Kitab al-Hikam Terjemah (Buku Kedua).
Al-Hikam (Pasal 107)
1. Tafakur adalah petualangan hati di medan ciptaan Allah.
(Ibnu Atha'illah al-Iskandari).
TAFAKUR ADALAH perjalanan hati di ranah kemakhlukan atau di medan makhluk dan ciptaan Allah, berupa langit, bumi, dan seluruh isinya. Dengan kata lain, tafakur adalah perjalanan hati di tengah berbagai jenis makhluk dan ciptaan Allah untuk menghasilkan pengetahuan dan pelajaran serta tanda-tanda yang menghantarkan kepada makrifat Allah dan mengenali sifat-sifat kesempurnaan dan keindahan-Nya. Jika hati bertafakur tentang wujud makhluk, ia akan dituntun kepada wujud Sang Pencipta. Inilah tafakurnya orang-orang awam.
Jika hati bertafakur tentang kebaikan dan buahnya--berupa pahala dan kedekatan dengan Yang Maha Mulia--ia akan terdorong untuk melaksanakan kebaikan karena berharap mendapatkan pahala itu. Jika hati berpikir tentang keburukan dan buahnya--berupa--azab ia akan terdorong meninggalkan keburukan dan tidak mau mendekatinya. Inilah tafakurnya orang-orang abid.
Apabila hati bertafakur tentang kefanaan dan ketidakmampuan dunia untuk memenuhi semua keinginan, ia akan bertambah zuhud dan meninggalkannya. Inilah tafakurnya para zahid.
Bila hati bertafakur tentang nikmat dan karunia Allah. Kecintaannya terhadap Sang Pemberi nikmat akan semakin besar. Inilah tafakurnya orang-orang 'ârif.
Dalam bertafakur, yang boleh dipikirkan hanyalah makhluk Allah, bukan dzat dan hakikat-Nya karena berpikir tentang dzat Allah dilarang. Rasulullah saw. bersabda, "Berpikirlah tentang ciptaan-Nya. Jangan berpikir tentang Khalik karena kalian takkan sanggup memperkirakan-Nya."
Al-Hikam (Pasal 108)
2. Tafakur adalah lentera hati. Jika lenyap, hati pun gelap.
(Ibnu Atha'illah al-Iskandari).
TAFAKUR SEUMPAMA lentera atau lampu yang menerangi kegelapan. Dengan cahaya yang terpancar dari lentera itu, hakikat dan kebenaran segala sesuatu akan tampak sehingga yang benar tampak benar dan yang batil tampak batil. Dengan tafakur, kebesaran dan kegungan Allah akan dikenali dan dilihat. Dengan tafakur juga, bencana-bencana dan cacat-cacat jiwa, tipuan musuh, dan tipuan dunia dapat dideteksi secara dini. Dengan tafakur pula, cara-cara untuk menghindari semua tipuan itu bisa dipelajari.
Jika tafakur sirna dari hati, hati tidak akan bercahaya. Hati akan hampa dari pikiran dan cahaya, seumpama sebuah rumah yang gelap gulita. Ketika itu, yang ada di hati hanyalah kebodohan dan tipu daya.
Al-Hikam (Pasal 109)
3. Tafakur itu dua macam: tafakur yang timbul dari pembenaran atau iman dan tafakur yang timbul dari penyaksian atau penglihatan. Yang pertama milik mereka yang bisa mengambil pelajaran, sedangkan yang kedua milik mereka yang menyaksikan dan melihat dengan mata hati.
(Ibnu Atha'illah al-Iskandari).
TAFAKUR MAKNANYA petualangan hati di medan makhluk Allah. Tafakur ada dua macam. Pertama, tafakur ahli iman yang bersumber dari pokok keimanannya. Tafakur ini bertujuan untuk naik ke kedudukan tinggi dan menambah keyakinan. Oleh sebab itu, tafakur ini disebut dengan fikrat at-taraqqi (tafakur untuk naik). Tafakur semacam ini milik para sâlikûn.
Kedua, tafakur yang bersumber dari penglihatan dan pandangan. Tafakur ini disebut dengan fikrat at-tadalli (tafakur untuk turun). Tafakur ini milik para majdzûbûn.
Tafakur pertama milik orang-orang yang bisa mengambil pelajaran, yakni orang-orang yang menyimpulkan bahwa keberadaan akibat (makhluk) dilahirkan oleh sebab (Khalik). Mereka adalah para sâlikûn saat mengalami taraqqi (naik ke atas) karena pikiran mereka bersumber dari pembenaran dan iman.
Adapun tafakur kedua milik orang-orang yang menyimpulkan bahwa keberadaan sebab (Khalik) adalah yang melahirkan akibat (makhluk). Mereka adalah para majdzûbûn saat mereka mengalami tadalli (turun ke bawah). Pikiran mereka bersumber dari penglihatan dan pandangan mata batin. Pikiran ini diperuntukkan bagi orang-orang yang dikehendaki Allah agar ahwâl mereka semakin sempurna.
Jika tidak, sebagian, atau bahkan mayoritas majdzûb akan tetap terpaku dalam kondisinya dan tak akan bangkit. Adapun selain mereka, yakni orang-orang awam, tafakur mereka tak lain hanya untuk mendapatkan pembenaran dan keimanan, bukan untuk menambah pembenaran dan keimanan.
Sumber: Kitab al-Hikam.