Minggu, 25 November 2018

Kitab al-Hikam (Pasal 105-106): Umur yang Diberkahi

Kitab al-Hikam Terjemah (Buku Kedua).

Al-Hikam (Pasal 105)
1. Siapa yang usianya diberkahi maka dalam waktu singkat, ia mendapat anugerah Allah yang tidak bisa diungkap dengan kata-kata dan tidak bisa dijangkau dengan isyarat.

(Ibnu Atha'illah al-Iskandari).

SIAPA YANG ingin Allah berkati usianya, Dia akan memberinya kedekatan dengan-Nya sehingga dengan mudah dan dalam waktu singkat, ia akan mendapatkan anugerah Allah yang tak bisa diungkapkan dengan kata-kata dan tak bisa dijangkau dengan isyarat.

Jika Allah ingin memberkati umur seorang wali-Nya, Dia akan memberinya kecerdasan dan kewaspadaan tinggi (kesadaran) sehingga ia terdorong untuk selalu menggunakan waktunya dengan baik. Dengan begitu, ia akan bergerak untuk selalu melakukan amal-amal saleh setiap saat. Dalam waktu singkat, ia akan mendapatkan karunia Allah yang tak bisa diungkapkan dengan kata-kata dan isyarat karena anugerah itu terlampau banyak dan mulia baginya.

Ungkapan dan isyarat tak mampu melukiskannya, mengingat betapa berlimpah dan jernihnya anugerah itu. Dalam satu bulan, misalnya, ia akan meraih kedudukan tinggi yang tak pernah dialami oleh seseorang dalam seribu bulan. Seperti halnya orang yang mendapatkan anugerah malam lailatul qadar. Itu lebih baik baginya daripada beramal selama seribu bulan.

Seseorang berkata, "Setiap malam bagi seorang 'ârif sama dengan malam lailatul qadar."

Abu al-Abbas al-Mursi berkata, "Waktu kami seluruhnya adalah lailatul qadar."

Ada yang mengatakan bahwa inilah makna dari ungkapan "Kebaikan terus bertambah sepanjang umur."

Al-Hikam (Pasal 106)
2. Sungguh amat disayangkan bila kau terbebas dari kesibukan, namun tak juga menghadap kepada-Nya atau bila kau hanya mendapat sedikit rintangan, tetapi tak juga beranjak menuju-Nya.

(Ibnu Atha'illah al-Iskandari).

KONDISI DI ATAS terjadi akibat tidak adanya taufik dan bantuan Allah. Sungguh amat disayangkan bila kau terbebas dari kesibukan duniawi, misalnya kau telah memiliki harta duniawi yang cukup, namun kau tidak juga sibuk menghadap Allah dengan sesuatu yang bisa mendekatkanmu kepada-Nya. Sungguh amat disayangkan!.

Amat disayangkan pula jika kau hanya mendapatkan sedikit rintangan dalam menuju Allah, misalnya kau sudah memiliki sandang dan pangan meski agak kurang, namun kau tidak juga menyibukkan diri dengan sesuatu yang mendekatkan dirimu kepada-Nya.

Bagaimana halnya dengan orang yang tidak memiliki harta duniawi yang cukup dan masih membutuhkan usaha dan pekerjaan? Apakah ia dikategorikan sebagai orang yang merugi bila ia sibuk dengan usaha dan pekerjaannya sehingga tidak menghadap Allah dan tidak segera berangkat menuju-Nya? Ya, tetapi ia hanya mendapat separuh kerugian karena hanya menghadap Allah dan berjalan menuju-Nya amat dituntut dari seluruh makhluk. Allah swt. berfirman, "Tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia, kecuali untuk menyembah-Ku."

Oleh karena itu, yang wajib bagi setiap orang ialah menyingkirkan segala rintangan, meninggalkan kesibukannya, dan segera menghadap Allah. Sebuah nasihat mengatakan, "Berjalanlah menuju Allah meski harus tertatih-tatih. Jangan menunggu masa sehat karena menunggu masa sehat sama dengan pengangguran."

Allah swt. berfirman, "Berangkatlah kamu, baik dalam keadaan merasa ringan maupun berat, dan berjihadlah kamu dengan harta dirimu di jalan Allah. Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu jika kamu mengetahui." (QS. at-Taubah [9]: 41).

Sumber: Kitab al-Hikam Terjemah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar