Tampilkan postingan dengan label Kitab Al-Hikam Terjemah/Tasawuf/Doa Ibnu Atha'illah al-Iskandari. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Kitab Al-Hikam Terjemah/Tasawuf/Doa Ibnu Atha'illah al-Iskandari. Tampilkan semua postingan

Senin, 17 Desember 2018

Doa Ibnu Atha'illah al-Iskandari : Bait Doa ke-13

Kitab al-Hikam Terjemah.

Berikut adalah doa yang dipanjatkan oleh Ibnu Atha'illah al-Iskandari beserta sedikit penjabaran mengenai doa yang beliau panjatkan :

Bait doa ke-13.
Tuhanku, setiap kali mulutku dibungkam dosa-dosaku, kemurahan-Mu yang tak terhingga justru membuatnya terbuka. Setiap kali aku berputus asa dari rahmat-Mu karena sifat-sifat hinaku, pemberian-pemberian karunia-Mu justru menghidupkan kembali harapanku.

(Ibnu Atha'illah al-Iskandari).

TUHANKU, setiap kali dosa dan maksiatku membungkam mulutku sehingga aku tidak bisa meminta kepada-Mu--karena permintaan tidak terjadi kecuali setelah bermanja dengan Tuhan melalui ketaatan kepada-Nya--maka kemurahan-Mu membuatnya kembali bicara. Karena Kau tidak pernah berhenti memberi, aku mengetahui bahwa Kau Maha bermurah hati sehingga lisanku pun mulai meminta kepada-Mu.

Setiap kali sifat kerendahan dan keburukanku membuatku putus asa dari istikamah dalam meniti jalan kebenaran dan melaksanakan hak-hak rububiyyah, karunia-Mu membuatku kembali tamak dan semangat melakukan hal itu.

Sumber : Kitab al-Hikam Terjemah.

Doa Ibnu Atha'illah al-Iskandari : Bait Doa ke-12

Kitab al-Hikam Terjemah.

Berikut adalah doa yang dipanjatkan oleh Ibnu Atha'illah al-Iskandari beserta sedikit penjabaran mengenai doa yang beliau panjatkan :

Bait doa ke-12.
Tuhanku, dengan perubahan-perubahan makhluk dan pergantian masa, aku telah mengerti bahwa keinginan-Mu dariku ialah memperkenalkan kekuasaan-Mu kepadaku dalam segala keadaan dan masa sehingga aku tidak lupa pada-Mu dalam sesuatu apa pun.

(Ibnu Atha'illah al-Iskandari).

TUHANKU, dengan perubahan alam benda dan pergantian-pergantian kondisi, dari sakit, sehat, kaya, miskin, terhormat, hina, lapang dan sempit, sejahtera dan susah, serta keadaan lainnya yang ku alami, aku mengetahui bahwa keinginan-Mu dariku adalah memperkenalkan kuasa-Mu kepadaku agar aku mengenal-Mu dalam segala sesuatu sehingga aku tidak bodoh tentang diri-Mu. Sekiranya aku ditetapkan pada satu kondisi yang baru, berarti pada kondisi sebelumnya pengetahuanku tentang-Mu masih kurang dan musyâhadah-ku belum sempurna.

Maknanya, jika Allah menurunkan penyakit atau kemiskinan kepadaku, pada saat itu, aku mengetahui bahwa tak seorang pun yang mampu menepisnya, kecuali Dia. Hanya Dia yang membuatku sakit dan miskin maka aku pun akan bersabar atas hal itu. Jika Allah memberikan kesehatan atau kekayaan kepadaku, aku mengetahui bahwa Dialah yang memberikan karunia dan nikmat itu sehingga aku pun bersyukur atasnya. Demikian seterusnya, sekiranya Dia menetapkanku pada satu kondisi, seperti kesehatan atau kekayaan, aku berarti tak akan pernah mengenal Tuhanku pada saat aku miskin dan sakit. Aku tidak mengetahui-Nya melalui penyakit dan kemiskinanku. Aku tidak mengenali-Nya melalui perasaan bahwa tak seorang pun yang bisa mengangkat kesedihan, kecuali Dia sehingga pengetahuanku tentang-Nya masih kurang. Oleh karena itu, seorang hamba tidak boleh lupa terhadap Tuhannya, saat sejahtera maupun saat menderita dan hina, saat sehat maupun sakit, saat kaya maupun miskin.

Sumber : Kitab al-Hikam Terjemah.

Doa Ibnu Atha'illah al- Iskandari : Bait Doa ke-11

Kitab al-Hikam Terjemah.

Berikut adalah doa yang dipanjatkan oleh Ibnu Atha'illah al-Iskandari beserta sedikit penjabaran mengenai doa yang beliau panjatkan :

Bait doa ke-11.
Tuhanku, betapa sayang-Mu kepadaku maka apa gerangan yang telah menutupiku dari-Mu?.

(Ibnu Atha'illah al-Iskandari).

TUHANKU, betapa besar rahmat dan kasih sayang-Mu kepadaku, lalu apalagi yang telah menutupiku dari-Mu?.

Orang yang menyaksikan kasih sayang Tuhannya tidak akan lagi memandang dirinya dan sifat-sifatnya. Dengan begitu, tak ada lagi hijab yang menutupinya dari Tuhannya.

Sumber : Kitab al-Hikam Terjemah.

Doa Ibnu Atha'illah al- Iskandari : Bait Doa ke-11

Kitab al-Hikam Terjemah.

Berikut adalah doa yang dipanjatkan oleh Ibnu Atha'illah al-Iskandari beserta sedikit penjabaran mengenai doa yang beliau panjatkan :

Bait doa ke-11.
Tuhanku, betapa sayang-Mu kepadaku maka apa gerangan yang telah menutupiku dari-Mu?.

(Ibnu Atha'illah al-Iskandari).

TUHANKU, betapa besar rahmat dan kasih sayang-Mu kepadaku, lalu apalagi yang telah menutupiku dari-Mu?.

Orang yang menyaksikan kasih sayang Tuhannya tidak akan lagi memandang dirinya dan sifat-sifatnya. Dengan begitu, tak ada lagi hijab yang menutupinya dari Tuhannya.

Sumber : Kitab al-Hikam Terjemah.

Doa Ibnu Atha'illah al-Iskandari : Bait Doa ke-10

Kitab al-Hikam Terjemah.

Berikut adalah doa yang dipanjatkan oleh Ibnu Atha'illah al-Iskandari beserta sedikit penjabaran mengenai doa yang beliau panjatkan :

Bait doa ke-10.
Tuhanku, alangkah dekatnya Diri-Mu kepadaku dan alangkah jauhnya diriku dari-Mu.

(Ibnu Atha'illah al-Iskandari).

TUHANKU, betapa dekatnya dzat-Mu kepadaku (sebagaimana yang dikatakan ahli makrifat dan syuhûd) atau betapa dekatnya ilmu-Mu kepadaku (seperti yang dikatakan orang-orang yang mengingkari adanya penyaksian atau syuhûd). Betapa jauhnya sifatku dari-Mu, sifat-sifat yang membuatku tidak syuhûd kepada-Mu. Ini adalah ungkapan kerendahan hati Ibnu Atha'illah.

Sumber : Kitab al-Hikam Terjemah.

Doa Ibnu Atha'illah al-Iskandari : Bait Doa ke-9

Kitab al-Hikam Terjemah.

Berikut adalah doa yang dipanjatkan oleh Ibnu Atha'illah al-Iskandari beserta sedikit penjabaran mengenai doa yang beliau panjatkan :

Bait doa ke-9.
Tuhanku, alangkah besar kelembutan-Mu terhadap diriku, padahal betapa dungunya diriku. Alangkah besar-Nya rahmat-Mu kepadaku, padahal betapa buruknya perbuatanku.

(Ibnu Atha'illah al-Iskandari).

Tuhanku, betapa banyak kelembutan-Mu kepadaku, padahal betapa dungu dan bodoh diriku karena tak mengetahui hikmah di balik berbagai peristiwa. Aku tidak mengetahui, bisa jadi dalam penyakit dan petaka yang ku alami terkandung kelembutan dan kelunakan-Mu, namun aku tidak mengetahuinya dan tidak mengetahui buahnya. Oleh karena itu, aku sering meminta kesembuhan dan kesehatan kepada-Mu.

Sumber : Kitab al- Hikam Terjemah.

Jumat, 14 Desember 2018

Doa Ibnu Atha'illah al-Iskandari: Bait Doa ke-8

Kitab al-Hikam Terjemah.

Berikut adalah doa yang dipanjatkan oleh Ibnu Atha'illah al-Iskandari beserta sedikit penjabaran mengenai doa yang beliau panjatkan:

Bait Doa ke-8.
Inilah aku mendekat pada-Mu dengan perantara kefakiranku (kebutuhanku) kepada-Mu. Namun, bagaimana aku dapat berperantara kepada-Mu dengan sesuatu yang mustahil sampai kepada-Mu? Bagaimana aku akan mengadukan kepada-Mu keadaanku, sedangkan kata-kata itu dari-Mu dan akan kembali kepada-Mu? Bagaimana akan kecewa harapanku, padahal ia telah datang menghadap-Mu? Bagaimana tidak akan menjadi baik ahwâl-ku, sedangkan ia berasal dari-Mu dan kembali pula kepada-Mu.

(Ibnu Atha'illah al-Iskandari).

TUHANKU, inilah aku, memohon kepada-Mu dengan perantara kebutuhanku kepada-Mu. Ku jadikan kefakiranku sebagai perantara untuk memohon syafaat dari-Mu agar Kau menerima amalanku. Aku tidak ingin menjadikan amal-amalku yang masih tercemari sifat Riya' dan ahwâl-ku yang masih kurang sempurna sebagai perantara untuk memohon pada-Mu.

Seseorang bertanya kepada Abu Hafash, "Dengan apa seorang fakir mendekatkan diri kepada Tuhannya?" Ia menjawab, "Tak ada yang bisa diberikan seorang fakir kepada Tuhannya, kecuali kefakirannya."

Abu Yazid berkata, "Batinku diseru dengan sebuah suara yang berbunyi, 'Perbendaharaan Kami penuh berisi khidmat dan pelayanan. Jika kau menginginkan bantuan Kami, kau harus merendah dan merasa butuh di hadapan Kami.'"

Namun kemudian Ibnu Atha'illah urung menjadikan kefakirannya sebagai perantara untuk memohon syafaat Tuhannya. Ia berkata, "Bagaimana aku akan dapat berperantara kepada-Mu dengan sesuatu yang mustahil akan sampai kepada-Mu." Sesuatu yang mustahil bisa sampai kepada Allah yang dimaksud Ibnu Atha'illah ialah kefakiran. Seakan ia berkata, "Jika kefakiran bisa dijadikan perantara (wasilah) untuk mendekati-Mu, aku akan ber-tawassul dengan kefakiran itu." Sebuah perantara tentu memiliki hubungan yang erat dengan sosok yang ingin ditujunya. Namun di sini, tidak ada hubungan dan tak ada kesesuaian sama sekali antara kefakiran yang merupakan sifat seorang hamba dengan Tuhan yang memiliki kekayaan yang berlimpah.

Oleh sebab itu, ketika Abu al-Hasan asy-Syadzili menemui gurunya, Abdussalam, sang guru bertanya, "Wahai Abu al-Hasan, dengan apa kau mendekati Allah?" Abu al-Hasan menjawab, "Dengan kefakiranku." Abdussalam lantas berkata, "Demi Allah, jika kau mendekati Allah dengan kefakiranmu, pasti kau akan mendapatkan kehinaan yang besar."

Tuhanku, bagaimana aku akan mengadukan kepada-Mu keadaanku, padahal ia tidak tersembunyi dari-Mu?.

Pengaduan keadaan tidak bisa dilakukan, kecuali kepada orang yang tidak mengetahuinya, sedangkan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu dan tak satu pun yang tersembunyi dari-Nya.

Oleh sebab itu, al-Khalil Ibrahim as. berkata, "Cukuplah bagiku untuk tidak bertanya ilmu-Nya tentang keadaanku."

Ungkapan yang berbunyi "tidak ada keluhan kecuali kepada Allah" ini adalah ungkapan orang-orang yang lalai dan terhijab dari-Nya.

Tuhanku, bagaimana akan aku jelaskan pada-Mu keadaanku, sedangkan kata-kata itu berasal dari-Mu dan kembali kepada-Mu? Bagaimana aku akan mengungkapkan apa yang ada di hati kecilku, sedangkan kata-kata dan penjelasan itu dari-Mu dan akan kembali kepada-Mu? Kaulah yang membuat lisan berbicara dan melancarkan pembicaraannya. Penjelasan tidak terjadi, kecuali bagi orang yang tidak memahami kondisi sesuatu yang dijelaskan, sedangkan Allah Maha Memahami segala sesuatu.

Tuhanku, bagaimana akan kecewa harapanku, padahal harapan itu telah datang menghadap kepada-Mu? Ia datang menghadap seperti para utusan yang datang kepada seorang yang mulia. Tak ragu bahwa Allah Mahamulia dan Pemurah. Dia tidak pernah mengecewakan hamba yang datang kepada-Nya. Oleh karena itu, hendaknya seorang hamba tetap yakin akan terwujud keinginannya walaupun ia tidak meminta dan berharap.

Ketika kalimat-kalimat tanya ini menandakan adanya kekurangan pada diri Ibnu Atha'illah dan kekurangan ini tidak layak bagi seorang 'ârif dan muhaqqiq karena berpangkal dari sikap memandang diri "Bagaimana tidak akan menjadi baik keadaanku, sedangkan ia berasal dari-Mu dan kembali pula kepada-Mu?"

Dengan kata lain, bagaimana tidak menjadi baik keadaan lahir dan batinku yang berupa amal saleh, sedangkan ia berasal dari-Mu dan akan kembali pula kepada-Mu? Karena hanya Kaulah yang menjadu tujuan dari amal saleh itu.

Siapa yang berhasil meraih maqam makrifat, ia akan melihat semua ahwâl-nya baik karena ia tetap berada bersama Allah dan mengembalikan semua perkaranya kepada-Nya.

Sumber: Kitab al-Hikam Terjemah.

Doa Ibnu Atha'illah al-Iskandari: Bait Doa ke-7

Kitab al-Hikam Terjemah.

Berikut adalah doa yang dipanjatkan oleh Ibnu Atha'illah al-Iskandari beserta sedikit penjabaran mengenai doa yang beliau panjatkan:

Bait Doa ke-7.
Tuhanku, bagaimana Kau kembalikan kepadaku urusanku sendiri, padahal Kau telah menjaminku. Bagaimana aku akan hina, padahal Kau yang menolongku. Bagaimana aku akan kecewa, padahal Kau yang mengasihiku?.

(Ibnu Atha'illah al-Iskandari).

TUHANKU, bagaimana Kau bebankan kepadaku urusan untuk mengatur diriku sendiri, padahal Kau telah menjaminku? Aku yakin bahwa orang yang telah dijamin oleh-Mu tentu ia tidak akan membutuhkan selain-Mu. Bagaimana aku akan hina, padahal Kau yang menolongku? Bagaimana aku akan kecewa dan tidak beruntung dalam mewujudkan harapanku, padahal kau yang amat mengasihi dan menyayangi hamba-Mu.

Kasih sayang Allah kepada hamba-Nya adalah pengetahuan Allah tentang detail-detail maslahat hamba itu dan rahasia-rahasia kebutuhannya serta pemenuhan Allah terhadap kebutuhan itu dengan penuh kelembutan.

Dengan adanya sifat kasih sayang Allah itu, pengaruhnya adalah kecukupan, manfaat, dan keuntungan pada diri hamba.

Sumber: Kitab al-Hikam Terjemah.

Doa Ibnu Atha'illah al-Iskandari: Bait Doa ke-6

Kitab al-Hikam Terjemah.

Berikut adalah doa yang dipanjatkan oleh Ibnu Atha'illah al-Iskandari beserta sedikit penjabaran mengenai doa yang beliau panjatkan:

Bait Doa ke-6.
Tuhanku, jika timbul dariku kebaikan maka itu semata karena karunia-Mu, dan Kau berhak untuk menuntut syukur dariku. Sebaliknya, jika timbul dariku keburukan, maka itu semata karena keadilan-Mu, dan Kau berhak untuk menuntut pertanggungjawabanku.

(Ibnu Atha'illah al-Iskandari).

TUHANKU, jika timbul dari diriku berbagai jenis ketaatan dan sifat terpuji, itu semata-mata karena karunia-Mu, bukan karena daya dan upayaku dan hanya Kau yang memberiku karunia karena aku tidak layak untuk itu.

Sebaliknya, jika terjadi keburukan dari diriku, yaitu bermacam maksiat dan sifat-sifat tercela, itu semata-mata karena keadilan-Mu, bukan kezaliman-Mu karena seorang raja bisa melakukan apa saja terhadap kerajaannya. Kau pun tetap berhak menuntutku, misalnya dengan bertanya kepadaku, "Mengapa kau lakukan ini, wahai hamba-Ku?" sedangkan aku tidak lagi memiliki hujjah dan alasan yang akan ku berikan pada-Mu, seperti dengan berkata, "Ini karena takdir dan putusan-Mu," karena ucapan seperti ini hanyalah diucapkan oleh orang yang bodoh dan tidak mengenali-Mu. Adapun seorang alim, ia akan berkata, "Seorang raja berhak melakukan apa saja terhadap kerajaannya dan ia tidak dimintai pertanggungjawaban atas apa yang dilakukannya." Begitulah diri-Mu. Kau berhak melakukan apa saja terhadap makhluk-Mu dan Kau tidak dimintai pertanggungjawaban atas apa yang Kau lakukan.

Sumber: Kitab al-Hikam Terjemah.

Doa Ibnu Atha'illah al-Iskandari: Bait Doa ke-5

Kitab al-Hikam Terjemah.

Berikut adalah doa yang dipanjatkan oleh Ibnu Atha'illah al-Iskandari beserta sedikit penjabaran mengenai doa yang beliau panjatkan:

Bait Doa ke-5.
Tuhanku, Kau telah menyebut diri-Mu dengan sifat lembut dan belas kasih terhadapku sejak sebelum adanya kelemahanku ini. Apakah kini Kau tolak diriku dari kedua sifat-Mu itu setelah nyata adanya kelemahan dan kebutuhanku ini?.

(Ibnu Atha'illah al-Iskandari).

TUHANKU, Kau telah menyifati diri-Mu dengan sifat belas kasih dan kelembutan terhadapku sejak sebelum adanya kelemahan padaku. Dengan itu, apakah kini Kau tolak diriku dari kedua sifat-Mu itu atau dari pengaruhnya terhadap diriku setelah kelemahan dan kebutuhan muncul pada diriku ini?.

Belas kasih dan kelembutan merupakan dua sifat Allah yang ada sejak azali sebelum adanya kelemahan hamba, kesulitan dan kebutuhannya. Kedua sifat itu akan berdampak pada akan diturunkannya nikmat dan karunia Allah kepada hamba-Nya. Dengan demikian, bagaimana kedua sifat itu tidak akan diberikan kepada hamba-Nya setelah kelemahan mereka tampak?.

Sumber: Kitab al-Hikam Terjemah.

Rabu, 28 November 2018

Doa Ibnu Atha'illah al-Iskandari: Bait Doa ke-4

Kitab al-Hikam Terjemah.

Berikut adalah doa yang dipanjatkan oleh Ibnu Atha'illah al-Iskandari beserta sedikit penjabaran mengenai doa yang beliau panjatkan:

Bait Doa ke-4.
Tuhanku, dariku pasti akan terjadi apa yang layak dengan sifat kerendahan, kekurangan, dan kebodohanku. Dari-Mu pasti akan terbit segala hal yang layak dengan kemuliaan dan kebesaran-Mu.

(Ibnu Atha'illah al-Iskandari).

TUHANKU, dari diriku pasti akan terjadi hal-hal yang layak dengan kerendahan dan kehinaanku, yaitu berupa kedurhakaanku kepada-Mu. Sebab, memang demikianlah manusia, selalu tidak bisa menunaikan hak-hak Tuhan dengan sempurna.

Dari-Mu, ya Allah, pasti akan muncul segala hal yang layak dengan kemuliaan-Mu, yaitu berupa maaf, ampunan, dan keridaan-Mu.

Sumber: Kitab al-Hikam Terjemah.

Doa Ibnu Atha'illah al-Iskandari: Bait Doa ke-3

Kitab al-Hikam Terjemah.

Berikut adalah doa yang dipanjatkan oleh Ibnu Atha'illah al-Iskandari beserta sedikit penjabaran mengenai doa yang beliau panjatkan:

Bait Doa ke-3.
Tuhanku, cepatnya perubahan keputusan-Mu dan cepatnya pergantian takdir-Mu menjadi penghalang bagi para hamba-Mu yang 'ârif untuk begitu saja tenang dengan karunia-Mu atau mudah putus asa terhadap cobaan-Mu.

(Ibnu Atha'illah al-Iskandari).

CEPATNYA PERUBAHAN keputusan Allah atau pergantian takdir Allah mudah sekali ditemukan. Bisa jadi, hari ini seorang hamba ditetapkan menjadi fakir, namun Allah kemudian mengubahnya menjadi kaya, atau sebaliknya. Bisa jadi, hari ini seorang hamba sakit, lalu Allah mengubah ketetapan-Nya dan menjadikannya sehat, atau sebaliknya.

Cepatnya pergantian takdir itu membuat para hamba-Nya yang 'ârif tidak begitu saja tenang dengan karunia Allah yang mereka terima. Oleh karena itu, jika diberi karunia duniawi, seperti harta, atau diberi karunia spiritual, seperti makrifat atau rahasia Ilahi, mereka tidak begitu mempedulikannya. Karena di mata mereka, semua itu pasti sirnanya, bahkan mungkin berubah menjadi sebaliknya. Yang mereka pedulikan hanyalah Tuhan mereka. Ada atau tidak adanya karunia-karunia itu, bagi mereka, adalah sama saja.

Sebaliknya, cepatnya perubahan takdir itu membuat para hamba-Nya yang 'ârif tidak mudah putus asa dalam menghadapi cobaan. Oleh karena itu, jika diberi cobaan fisik, seperti rasa sakit atau kemiskinan, atau diberi cobaan spiritual, seperti maksiat, mereka tidak pernah patah harapan menanti hilangnya semua cobaan itu. Bahkan, mereka yakin bahwa semua cobaan itu akan diganti dengan hal lain yang lebih baik.

Sumber: Kitab al-Hikam Terjemah.

Doa Ibnu Atha'illah al-Iskandari: Bait Doa ke-2

Kitab al-Hikam Terjemah.

Berikut adalah doa yang dipanjatkan oleh Ibnu Atha'illah al-Iskandari beserta sedikit penjabaran mengenai doa yang beliau panjatkan:

Bait Doa ke-2.
Tuhanku, akulah hamba yang bodoh dalam ilmu pengetahuanku ini maka bagaimana aku tidak lebih bodoh lagi dalam hal-hal yang aku masih bodoh dan tidak mengetahuinya?.

(Ibnu Atha'illah al-Iskandari).

TUHANKU, dalam keadaan berilmu saja aku tetap bodoh karena ilmu yang ku ketahui itu amat sedikit, bahkan seperti tidak ada sama sekali. Ilmu merupakan perkara baru. Perkara baru pasti akan hilang. Bagaimana mungkin aku tidak bodoh saat aku sedang benar-benar bodoh? Tentu betapa bodohnya aku ketika itu.

Maknanya, sifat dasar seorang hamba adalah kekurangan, sedangkan kesempurnaan merupakan perkara baru (hadits) bagi seorang hamba. Sesuatu yang baru pasti memiliki kekurangan.

Ungkapan ketertundukan dan kerendahan diri dalam doa Ibnu Atha'illah ini tak lain agar doanya lebih cepat dikabulkan. Sahal bin Abdullah berkata, "Tidaklah seorang hamba menampakkan kefakiran dan kebutuhannya kepada Allah saat berdoa atas terjadinya sesuatu yang menimpanya, kecuali Allah akan berkata kepada para malaikat-Nya, 'Sekiranya ia tahan menghadapi suara-Ku, niscaya akan Ku jawab doanya dengan labbaik.'"

Sumber: Kitab al-Hikam Terjemah.

Doa Ibnu Atha'illah al-Iskandari: Bait Doa ke-1

Kitab Al-Hikam Terjemah.

Berikut adalah doa yang dipanjatkan oleh Ibnu Atha'illah al-Iskandari beserta sedikit penjabaran mengenai doa yang beliau panjatkan:

Bait Doa ke-1.
Tuhanku, aku miskin dalam kekayaan. Maka bagaimana mungkin aku tidak merasakan miskin dalam kemiskinanku?.

(Ibnu Atha'illah al-Iskandari).

TUHANKU, DALAM KONDISI kaya saja aku masih merasa miskin, apalagi saat aku benar-benar miskin. Maknanya, sifat dasarku adalah miskin dan membutuhkan, sedangkan kekayaanku adalah perkara baru (hadits). Biasanya perkara baru pasti akan hilang.

Sumber: Kitab al-Hikam Terjemah.