Kamis, 22 November 2018

Kitab al-Hikam (Pasal 79-80): Seorang Hamba Selayaknya Hanya Melihat Tuannya

Kitab al-Hikam Terjemah (Buku Kedua).

Al-Hikam (Pasal 79)
1. Ketika kau sedih lantaran tidak disambut oleh manusia atau dicela mereka, kembalilah pada pengetahuan Allah tentang dirimu. Jika pengetahuan-Nya tidak juga membuatmu puas, deritamu lantaran tidak puas dengan pengetahuan-Nya jauh lebih menyakitkan daripada derita karena disakiti manusia.

(Ibnu Atha'illah al-Iskandari).

KETIKA MANUSIA menyakitimu dengan tidak menyambutmu dan malah mencelamu, kembalilah kepada ilmu Allah tentang dirimu. Cukup Allah saja yang mengetahui siapa dirimu yang sebenarnya. Jangan pedulikan yang orang-orang ketahui tentang dirimu. Jika kau telah melakukan semua amalmu dengan tulus di hadapan Allah dan bahkan semua amalmu itu telah diterima-Nya, mengapa harus tertekan dengan celaan manusia yang tidak mengetahui apa-apa tentang dirimu sebenarnya? Jika kau dihina dan dibenci Allah karena kau beramal tidak ikhlas, apa untungnya sambutan, keridaan, dan pujian manusia untukmu?.

Jika pengetahuan Allah tentang siapa dirimu yang sebenarnya tidak juga membuatmu puas, misalnya kau ingin juga manusia mengetahui siapa sebenarnya dirimu, bagaimana amalmu, dan seberapa hebat keikhlasanmu agar manusia menyambut dan mengagungkanmu, kau akan menderita. Kenapa? Karena kau tidak pernah puas dengan pengetahuan-Nya tentangmu. Bahkan, derita itu jauh lebih berat daripada deritamu ketika disakiti manusia. Celaan dan penolakan manusia memang merupakan sesuatu yang menyakitkan, namun di sisi lain, hal itu terkadang justru bisa membuatmu kembali kepada Allah.

Secara lahir, celaan mereka terhadapmu adalah musibah bagimu, namun secara batin, itu adalah nikmat. Oleh karena itu, tak patut bagi seorang murîd untuk mempedulikan selain Allah swt. Janganlah kau merasa berbahagia bila kau tidak merasakan kedekatan-Nya denganmu dan kau tidak boleh merasakan kesedihan, kecuali kesedihan karena jauhnya Dia darimu. Kau tidak boleh mencari perhatian makhluk. Kau tidak layak mempedulikan penyambutan, pengabaian, celaan, atau pujian mereka karena mereka tidak pernah bisa mencukupi kebutuhanmu sedikit pun.

Siapa yang merasa tertekan dengan penolakan atau celaan manusia, hendaknya ia kembali kepada Tuhannya. Cukup baginya apa yang Allah ketahui tentang dirinya. Ia tidak boleh menyertakan pengetahuan Allah tentang dirinya itu dengan pengetahuan manusia dengan tujuan agar mereka memuji dan mengagungkannya.

Ibrahim at-Taimi berkata kepada salah seorang temannya, "Apa yang dikatakan orang-orang tentangku?" Temannya menjawab, "Kata mereka, kau Riya' dalam amalmu." Ibrahim berkata, "Sekarang amalku semakin baik." Temannya menjawab, "Bagus! Cukup Allah saja yang mengetahui siapa dirimu sebenarnya." Setelah itu, Ibrahim pun hanya mencukupkan diri dan puas dengan apa yang Allah ketahui tentang dirinya. Ia tidak pernah mempedulikan apa yang diketahui dan dikatakan manusia tentang dirinya.

Basyar al-Hafi berkata, "Menerima pujian dari manusia lebih berat rasanya bagi hati daripada melakukan maksiat."

Al-Hikam (Pasal 80)
2. Allah mendatangkan gangguan lewat tangan manusia agar kau tidak merasa tenteram bersama mereka. Dia ingin membuatmu kesal terhadap segala sesuatu agar tidak ada yang melalaikanmu dari-Nya.

(Ibnu Atha'illah al-Iskandari).

ALLAH MENDATANGKAN gangguan manusia kepadamu agar kau tidak merasa tenteram bersama mereka dan tidak bergantung kepada mereka dalam mendapatkan manfaat atau menghindari bahaya. Dia juga ingin membuatmu kesal dengan perlakuan manusia kepadamu agar kau tidak lalai dari zikir kepada-Nya.

Dalam Latha'if al-Minan disebutkan, "Aku mengetahui bahwa para wali pada awalnya dikuasai oleh makhluk. Itu terjadi agar mereka bisa mensucikan diri dari sisa-sisa kotoran hati dan menyempurnakan keistimewaan mereka agar selanjutnya mereka tidak lagi merasa tenteram dengan makhluk, cenderung kepada mereka, dan bersandar kepada mereka. Penguasaan makhluk atas para wali Allah di awal langkah mereka ini adalah sunnatullah bagi para kekasih-Nya dan bagi orang-orang pilihan-Nya."

Siapa yang menyakitimu, berarti ia telah membebaskanmu dari perbudakan utang budimu atas kebaikan yang telah diberikannya kepadamu. Siapa yang berbuat baik kepadamu, berarti ia telah memperbudakmu dengan kebaikan-kebaikannya.

Abu al-Hasan asy-Syadzili berkata, "Orang-orang menyakitiku sehingga aku merasa tertekan karenanya. Setelah itu, aku tidur dan bermimpi. Di dalam mimpi itu, ada orang yang berkata kepadaku bahwa diantara tanda ketulusan seseorang adalah banyaknya musuh yang membencinya, namun ia tidak mempedulikan mereka."

Sumber: Kitab al-Hikam Terjemah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar