Kitab al-Hikam Terjemah (Buku Kedua).
Al-Hikam (Pasal 76)
1. Ilmu yang bermanfaat adalah yang cahayanya melapangkan dada dan menyingkap tirai kalbu.
(Ibnu Atha'illah al-Iskandari).
ILMU YANG bermanfaat ialah ilmu tentang Allah, sifat-sifat-Nya, asma'-Nya, dan ilmu tata cara beribadah kepada-Nya dan bersopan santun di depan-Nya. Ilmu inilah yang cahayanya melapangkan dada sehingga mudah menerima Islam dan menyingkap tirai serta selaput penutup kalbu sehingga hilanglah segala macam angan dan keraguan darinya.
Malik bin Anas berkata, "Ilmu diraih bukan dengan banyaknya periwayatan, melainkan ilmu adalah cahaya yang dipancarkan Allah ke dalam hati."
Manfaat ilmu ialah mendekatkan hamba kepada Tuhannya dan menjauhkannya dari pandangan terhadap diri sendiri. Itulah puncak kebahagiaan seorang hamba dan akhir dari keinginan dan pencariannya.
Al-Mahdawi berkata, "Ilmu yang berguna adalah ilmu tentang waktu, kejernihan hati, kezuhudan di dunia, dan ilmu tentang hal-hal yang mendekatkan diri ke surga, menjauhkan diri dari neraka, membuat takut kepada Allah dan berharap kepada-Nya, serta ilmu tentang kebersihan jiwa dan bahayanya."
Itulah ilmu yang dimaksud dengan cahaya yang dipancarkan Allah ke dalam hati siapa saja yang dikehendaki-Nya, bukan ilmu lisan, ilmu logika, atau ilmu manqul.
Al-Junaidi merangkum semua keterangan itu dengan kata-kata, "Ilmu yang sesungguhnya adalah ilmu tentang Tuhan (makrifat) dan ilmu bersopan santun di hadapan-Nya."
Ibnu Atha'illah mendefinisikan ilmu yang berguna dengan hikmah berikut:
Al-Hikam (Pasal 77)
2. Sebaik-baik ilmu adalah yang disertai rasa takut pada-Nya.
(Ibnu Atha'illah al-Iskandari).
RASA TAKUT kepada Allah adalah rasa takut yang disertai pengagungan terhadap-Nya. Ada yang mengatakan, rasa takut yang dimaksud adalah pengagungan yang disertai penghormatan. Ada lagi yang berpendapat, ilmu adalah rasa takut yang harus disertai amal. Dengan kata lain, ilmu yang terbaik adalah ilmu yang disertai rasa takut kepada Allah.
Allah swt. memuji para ulama dengan ilmunya yang disertai rasa takut kepada-Nya. Dia berfirman, "Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya hanyalah ulama." (QS. Fâthir [35]: 28)
Setiap ilmu yang tidak disertai rasa takut tidak akan ada gunanya dan tidak mengandung kebaikan sama sekali. Pemiliknya tidak disebut alim sejati.
Ilmu yang benar adalah yang harus disertai rasa takut, sikap menjaga hukum Allah, taat dan percaya kepada-Nya, berpaling dari dunia dan para pencarinya, mengurangi kebendaan dan menjauhi pintu-pintunya, memberi nasihat kepada makhluk dan berakhlak baik terhadap mereka, tawadhu', menemani orang-orang fakir, serta mengagungkan para wali Allah.
Lain halnya dengan ilmu yang tidak disertai rasa takut, ia selalu memupuk keinginan terhadap dunia, menciptakan kesombongan pemiliknya, memalingkan tekad untuk mencarinya, menumbuhkan kesombongan, membuat panjang harapan, dan melupakan akhirat. Jika seorang alim mencintai dunia dan para pencarinya, serta mengumpulkannya melebihi kecukupannya, berarti ia lalai dari akhirat dan dari ketaatan kepada Allah sebesar kelalaiannya.
Al-Hikam (Pasal 78)
3. Jika ilmu disertai rasa takut, ia akan berguna bagimu. Namun, jika tidak, ia akan menjadi petaka bagimu.
(Ibnu Atha'illah al-Iskandari).
JIKA ILMU disertai rasa takut, kau akan mendapatkan manfaatnya di dunia dan akhirat. Jika tidak, kau akan mendapatkan bahaya dan petakanya di dunia dan akhirat.
Sufyan ats-Tsauri berkata, "Ilmu dipelajari tak lain untuk menumbuhkan rasa takut kepada Allah. Ilmu lebih diutamakan daripada yang lain karena dengan ilmu akan timbul rasa takut dan takwa kepada Allah." Jika tujuan ini diabaikan dan niat pencari ilmu itu telah rusak, misalnya ia meyakini bahwa ilmunya bisa mendatangkan keuntungan duniawi berupa harta, kehormatan, dan kedudukan, pahalanya akan gugur dan amalnya akan jatuh. Kemudian, ia akan mengalami kerugian yang nyata.
Allah swt. berfirman, "Siapa menghendaki keuntungan di akhirat, akan Kami tambah keuntungan itu baginya dan siapa yang menghendaki keuntungan di dunia, Kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia dan tidak ada baginya suatu bagian pun di akhirat." (QS. asy-Syûrâ [46]: 20).
Sumber: Kitab al-Hikam Terjemah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar