Kitab al-Hikam Terjemah (Buku Kedua).
Al-Hikam (Pasal 93)
1. Kau tunduk kepada alam selama belum melihat Penciptanya. Jika kau telah menyaksikan-Nya maka alam akan tunduk kepadamu.
(Ibnu Atha'illah al-Iskandari).
KAU HANYA akan terpaku pada alam dan bersandar kepadanya selama kau tidak melihat siapa pencipta alam itu. Jika kau sudah melihat Sang Pencipta di dalamnya, alam akan bersamamu. Dengan kata lain, kau tidak membutuhkannya, namun kau akan memilikinya. Alamlah yang akan membutuhkan dan melayanimu. Jika kau meminta sesuatu dari alam, permintaanmu akan cepat terwujud. Jika kau katakan kepada suatu benda alam, "Jadilah!", niscaya ia akan terjadi dengan izin Allah.
Oleh karena itu, tak heran jika sebagian wali ada yang berkata kepada langit, "Turunkan hujanmu!" atau berkata kepada angin, "Bertiuplah!" maka angin itu pun bertiup dan awan menurunkan hujannya. Sebabnya adalah karena para wali merasa gaib dari alam dengan menyaksikan penciptanya. Dalam kondisi syuhûd ini, seorang wali akan kehilangan indranya dan kehilangan kemanusiaannya, tetapi tidak mesti ia harus mengalami kefanaan. Oleh sebab itu, Ibnu Atha'illah berkata:
Al-Hikam (Pasal 94)
2. Adanya keistimewaan tidak berarti lenyapnya sifat-sifat manusia. Keistimewaan tersebut ibarat sinar mentari siang. Ia tampak di cakrawala, padahal bukan bersumber dari cakrawala. Kadang kala mentari sifat-Nya terang di malam wujudmu. Kadang kala pula Dia mencabutnya kembali darimu dan mengembalikanmu pada batas semula. Siang tersebut bukan berasal darimu dan bukan pula menuju kepadamu. Namun, ia datang dari Allah untukmu.
(Ibnu Atha'illah al-Iskandari).
ADANYA KELEBIHAN yang diberikan Allah kepadamu berupa kekuatan dan kemampuan melakukan apa saja terhadap semua benda dan mengungkap semua rahasianya tidak berarti hilangnya sifat kemanusiaanmu, seperti sifat tidak memiliki, lemah, tak berdaya, hina, dan bodoh. Sifat-sifat manusia itu merupakan hal yang bersifat inti dan pasti melekat pada diri setiap hamba.
Ibnu Atha'illah mengumpamakan kelebihan itu dengan mengatakan, "Keistimewaan itu ibarat sinar mentari siang hari." Keistimewaan seumpama sinar yang sangat panas dan terang benderang. Ia muncul di cakrawala langit, tetapi tidak bersumber dari cakrawala itu sendiri. Jika matahari siang muncul di cakrawala yang gelap gulita, kegelapan itu akan bersinar terang. Jika ia tenggelam, cakrawala akan kembali gelap seperti sedia kala. Hal itu dikarenakan, benderangnya cakrawala bukan merupakan sifat dasar cakrawala itu, melainkan hanyalah asupan dan pemberian. Tentu sifat-sifat asupan tidak bisa menghilangkan sifat-sifat dasar.
Seperti itulah sifat-sifat manusia yang ada pada dirimu, seperti kemiskinan, kelemahan, dan ketidakberdayaan, persis dengan keadaan di malam hari. Jika matahari muncul di malam hari atau jika Allah menampakkan diri-Nya pada dirimu dengan sifat-sifat kaya dan kuasa-Nya, dzatmu akan bersinar terang dengan kekayaan dan kekuasaan. Namun, apabila cahaya itu diambil lagi, dzatmu akan kembali seperti semula. Inilah yang diisyaratkan Ibnu Atha'illah dengan ucapannya, "Kadangkala mentari sifat-Nya terang di malam wujudmu."
Maksudnya, sifat-sifat Allah yang diumpamakan dengan matahari akan tampak pada sifat-sifat pribadimu yang diumpamakan dengan malam hari. Dengan demikian, keistimewaanmu akan tampak dan kau pun menjadi mampu dengan kuasa Allah, kuat dengan kekuatan Allah, dan tahu dengan ilmu Allah, demikian seterusnya. Jika Allah menampakkan diri-Nya padamu dengan sifat-sifat kuasa-Nya, kau akan memiliki kekuatan yang dapat menutupi kelemahanmu. Apabila Dia menampakkan diri-Nya padamu dengan sifat ilmu-Nya, kau akan memiliki ilmu yang menutupi kebodohanmu, demikian seterusnya.
Terkadang, Allah mencabut sifat-sifat-Nya kembali dari dirimu dan mengembalikanmu seperti semula; lemah, tak berdaya, dan bodoh. Dengan begitu, keistimewaanmu menjadi tidak tampak. Oleh sebab itu, terkadang pada diri Rasulullah saw. tampak sifat-sifat kekuatan dan kemampuan sehingga tak heran jika beliau bisa memberi makan seribu orang dengan hanya satu sha' gandum. Namun, sesekali beliau lemah dan tak berdaya sehingga beliau harus mengikat batu di perutnya demi menahan rasa lapar yang menderanya. Seperti itu pula yang dialami oleh para wali pewarisnya.
Keistimewaan yang tampak padamu bukan berasal dari dirimu sendiri, bukan sifat-sifat dasarmu. Ia adalah sifat asupan atau pemberian dari Yang Haq Allah swt. Jika Allah menghendaki, Dia akan mengabadikannya padamu. Jika Dia menginginkan sebaliknya, Dia akan menghilangkannya lagi.
Oleh sebab itu, pada waktu-waktu tertentu, para wali terlihat memiliki kekuatan. Namun, terkadang mereka lemah dan tak berdaya. Meski demikian, cahaya hati mereka dan rahasia batinnya tetap tidak hilang dan tidak tenggelam. Yang tenggelam dan hilang dari mereka hanyalah keistimewaan yang tampak pada tampilan lahir mereka.
Sumber: Kitab al-Hikam Terjemah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar