Kitab al-Hikam Terjemah (Buku Pertama).
(Pasal 69)
1. Jangan kau pandang sebelah mata seorang hamba yang telah ditetapkan, dilanggengkan, dan ditolong Allah dalam melaksanakan berbagai wirid, hanya karena kau tidak melihat dalam dirinya tanda orang-orang 'arif atau kegenitan kaum pencinta Tuhan. Sebab, kau tidak ada limpahan karunia dari Allah, tentu wirid dari orang itu tidak akan pernah ada.
(Ibnu Atha'illah al-Iskandari).
"DITOLONG" IALAH dipalingkan dari kesibukan-kesibukan yang membuat hamba tersebut lupa melakukan wirid. Adapun makna "dilanggengkan" di sini adalah dibuat terus melaksanakan wirid itu sepanjang zaman. Ini adalah sifat para zahid dan 'abid.
"Tanda orang-orang 'arif" ialah karakter orang-orang 'arif yang meninggalkan ikhtiar dan tidak memedulikan nasib dan keinginan diri mereka, serta selalu hadir di hadapan Allah. Adapun maksud "kegenitan para pencinta Tuhan" ialah bukti-bukti dan pengaruh cinta yang tampak pada diri orang-orang yang mencintai Allah (muhibbin). Jika sudah tertanam dalam hati, pengaruh cinta kepada Allah akan tampak pada seluruh anggota tubuh. Misalnya adalah dengan sering berzikir mengingat-Nya, segera melaksanakan perintah-Nya, dan mengabaikan selain-Nya. Ia selalu berusaha melayani-Nya, menikmati munajat kepada-Nya, dan lebih mengutamakan-Nya daripada selain-Nya.
Ibnu Atha'illah melarang untuk meremehkan orang semacam itu (yakni yang istiqamah melakukan wirid, namun tidak terlihat pada dirinya tanda-tanda kaum 'arif dan pencinta Tuhan). Alasannya, kalau tidak ada limpahan karunia dari Allah, tentu orang itu tidak akan melakukan wirid dan istiqamah dalam berwirid.
"wirid" bermakna segala amal ibadah yang dihasilkan dari upaya mujahadah seorang hamba, baik itu berupa shalat, puasa, zikir, maupun ibadah lainnya. Dengan demikian, jika kau meremehkan orang seperti itu, itu artinya, kau sudah berlaku tidak sopan terhadapnya.
Kesimpulannya, hamba-hamba Allah yang khusus (khawwash) terbagi menjadi dua golongan: muqarrabun dan abrar. Muqarrabun adalah orang-orang yang tidak memedulikan nasib dan keinginan diri mereka, serta lebih mengedepankan pelaksanaan hak-hak Allah sebagai bentuk penghambaan ('Ubudiyyah) kepada-Nya dalam rangka mencari ridla-Nya. Mereka adalah kaum 'arif sekaligus muhibbin (pencinta Allah). Sementara itu, abrar ialah orang-orang yang dalam ibadah mereka masih memedulikan nasib dan keinginan diri. Mereka melaksanakan ibadah kepada Allah karena ingin mendapat surga dan selamat dari neraka. Sekalipun demikian, Allah tetap memberikan pertolongan-Nya kepada kedua golongan ini sesuai maqam mereka masing-masing.
(Pasal 70)
2. Ada orang-orang yang Allah tetapkan untuk melayani-Nya. Ada pula orang-orang yang Allah pilih untuk mencintai-Nya.
"Kepada tiap-tiap golongan, baik golongan ini maupun golongan itu, Kami berikan bantuan dari kemurahan Tuhanmu. Dan kemurahan Tuhanmu tidaklah terbatas." (QS. al-Isra' [17]: 20).
(Ibnu Atha'illah al-Iskandari).
YANG DIMAKSUD dengan "orang-orang yang melayani-Nya" adalah orang-orang yang menaati Allah secara lahir. Mereka adalah para zahid dan 'abid yang layak menempati surga-Nya. Sementara itu, yang dimaksud dengan "orang-orang yang mencintai-Nya" adalah para muhibbin dan 'arif yang didekati-Nya dan masuk ke hadirat-Nya. Kedua kelompok ini sama-sama ingin melayani dan mendekatkan diri kepada Allah. Bedanya, kelompok pertama lebih banyak dengan anggota tubuh, sedangkan kelompok kedua lebih banyak dengan hati.
Pengelompokan ini merupakan kehendak Allah. Oleh karena itu, terlarang bagi hamba yang memahami hal ini untuk meremehkan atau memandang rendah salah satu kelompok tersebut.
Abu Yazid berkata, "Allah melongok ke dalam hati para wali-Nya. Di antara mereka, ada yang belum layak mengemban makrifat maka Allah akan menyibukkan mereka dengan ibadah."
Sumber : Kitab al-Hikam Terjemah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar