Kitab al-Hikam Terjemah (Buku Kedua).
Al-Hikam (Pasal 61)
1. Ketika berbagai limpahan karunia Ilahi datang kepadamu, lenyaplah semua kebiasaan burukmu karena, "Sesungguhnya raja-raja apabila memasuki suatu negeri, niscaya mereka membinasakan negeri itu dan membuat penduduknya yang mulia menjadi hina." (QS. an-Naml [27]: 34)
(Ibnu Atha'illah al-Iskandari).
"LIMPAHAN KARUNIA ILAHI" dalam hikmah tersebut adalah penampakan Allah atau ahwâl. Ketika semua itu masuk ke dalam hatimu dan menciptakan ahwâl, ia akan melenyapkan kebiasaan-kebiasaan dan perkara-perkara buruk jiwamu. Karunia Ilahi memiliki kekuatan besar. Jika meresap ke dalam hati yang banyak berisi keburukan dan kekotoran, ia akan membersihkannya dan menggantinya dengan ahwâl yang berisi sifat-sifat yang diridai-Nya.
Biasanya, para raja dengan bala tentaranya, jika masuk ke sebuah negeri, akan memusnahkan negeri itu dan menghancurkan semua kenikmatan yang biasa didapat oleh penduduknya. Demikian pula karunia Ilahi, ia diumpamakan bala tentara raja. Jika ia memasuki hati, ia akan memusnahkan semua yang ada di dalamnya.
Ini adalah jawaban dari ungkapan yang menyatakan bahwa kebiasaan adalah sesuatu yang selalu dilakukan oleh watak dan tabiat sehingga sulit dihilangkan meski oleh limpahan karunia Ilahi. Namun, limpahan karunia Ilahi itu memiliki sifat menghancurkan dan memusnahkan, seperti halnya bala tentara raja-raja. Dengan demikian, ia mampu menghapus kebiasaan-kebiasaan buruk dalam hati.
Ibnu Atha'illah menjelaskan hal itu dengan ucapannya:
Al-Hikam (Pasal 62)
2. Limpahan karunia datang dari sisi Dzat Yang Maha Mengalahkan. Oleh karena itu, semua yang berbenturan dengannya pasti hancur. "Sebenarnya Kami melemparkan yang hak kepada yang batil, lalu yang hak itu menghancurkannya. Maka dengan serta-merta yang batil itu lenyap." (QS. al-Anbiyâ' [21]: 18)
(Ibnu Atha'illah al-Iskandari).
LIMPAHAN KARUNIA datang dari Dzat Yang Memiliki kemampuan untuk mengalahkan dan menguasai karena ia datang dari Dzat Yang Maha Mengalahkan dan tak bisa dikalahkan. Oleh sebab itu, semua sifat buruk yang berbenturan dengan-Nya akan hancur. Selain itu, karunia Ilahi adalah kebenaran yang datang melawan kebatilan. Kebatilan takkan ada jika dihancurkan oleh kebenaran.
Allah swt. berfirman, "Sebenarnya Kami melemparkan yang hak kepada yang batil, lalu yang hak itu menghancurkannya. Maka dengan serta-merta yang batil itu lenyap." (QS. al-Anbiyâ' [21]: 18).
Al-Hikam (Pasal 63)
3. Bagaimana mungkin Allah terhijab oleh sesuatu, sedangkan Dia tampak, ada, dan hadir pada sesuatu yang dijadikan hijab.
(Ibnu Atha'illah al-Iskandari).
BAGAIMANA MUNGKIN Allah terhijab oleh sesuatu, sedangkan pada sesuatu yang menjadi hijab itu Allah tampak dan hadir serta bisa disaksikan oleh para pemilik mata batin.
Bagaimana mungkin sesuatu yang menjadi objek penampakan Allah menjadi hijab bagi-Nya. Keterhalangan Allah hanya terjadi bagi orang-orang yang dibutakan mata hatinya sehingga tidak bisa melihat-Nya pada segala sesuatu.
Al-Hikam (Pasal 64)
4. Jangan putus asa terhadap amal yang kau kerjakan dengan tidak khusyuk; apakah diterima atau tidak. Bisa jadi, Dia menerima amal yang buahnya tidak kau dapatkan secara langsung.
(Ibnu Atha'illah al-Iskandari).
JANGAN PUTUS ASA terhadap diterimanya sebuah amal yang kau kerjakan saat mengerjakannya hatimu tidak merasakan kehadiran Allah atau tidak merasa seakan melihat Allah. Bisa jadi, hal itu merupakan bukti bahwa amalmu diterima karena ketiadaab bukti tidak mesti meniadakan yang dibuktikan.
Oleh sebab itu, Ibnu Atha'illah berkata, "Bisa jadi, Dia menerima amal yang buahnya tidak kau rasakan secara langsung." Maksudnya, buah penerimaan atau bukti-buktinya tidak kau sadari secara langsung saat kau melakukannya. Di antara bukti amalmu diterima adalah adanya rasa manis dan nikmat hati saat kau melakukan sebuah amal.
Al-Hikam (Pasal 65)
5. Jangan membanggakan datangnya wârid yang buahnya tidak kau ketahui karena tujuan bergumpalnya awan bukanlah turunnya hujan, melainkan tumbuhnya buah-buahan.
(Ibnu Atha'illah al-Iskandari).
JANGAN KAU SENANG dengan datangnya wârid jika buah dari wârid itu tidak kau ketahui. Jangan kau bangga dengan datangnya wârid jika hatimu tidak terdorong untuk lebih dekat, taat, dan melaksanakan semua hak rububiyyah-Nya. Buah sesungguhnya dari wârid ialah terpengaruhnya hatimu oleh wârid itu sehingga sifat-sifat burukmu berubah menjadi terpuji. Jika hal ini tidak kau alami, jangan kau senang dan bangga terlebih dahulu dengan datangnya wârid. Bisa jadi, kau tertipu olehnya.
Ketahuilah, awan mendung datang untuk menumbuhkan buah-buahan, bukan untuk menurunkan hujan. Demikian pula wârid, yang penting adalah buahnya karena banyak orang yang mendapatkan wârid atau mengalami ahwâl, namun justru mereka tertipu sehingga meninggalkan amalan-amalan lahir.
Sumber: Kitab al-Hikam Terjemah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar