Gambar: Informasiana.com
Sosiologi berasal dari bahasa latin, socious (teman) dan logos (pembicaraan). Secara harfiah, sosiologi dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari atau menempatkan masyarakat sebagai objek studinya. Caranya adalah dengan menyoroti hubungan antar manusia dan proses sebab-akibat yang timbul dari hubungan tersebut.
Auguste Comte mendefinisikan sosiologi sebagai ilmu yang mempelajari manusia sebagai makhluk yang memiliki naluri untuk senantiasa hidup bersama dengan sesamanya. Menurut Roucek dan Warren, sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan manusia dalam kelompok. Menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemadi, sosiologi adalah ilmu yang mempelajari struktur sosial dan proses sosial, termasuk perubahan sosial.
Sebagai disiplin ilmu, sosiologi memiliki sifat, hakekat serta ciri-ciri utama sebagai berikut.
Ada beragam metode yang sering digunakan dalam penelitian sosiologi:
- Metode Statistik, adalah metode yang sering digunakan untuk menjelaskan hubungan sebab-akibat. Teknik yang sering digunakan ialah teknik penghitungan (enumerasi).
- Metode Eksperimen, adalah metode yang membandingkan percobaan pada dua kelompok.
- Metode Induktif, adalah metode yang mempelajari suatu gejala yang khusus untuk memperoleh kaidah umum.
- Metode Deduktif, adalah metode kebalikan dari induktif, mempelajari gejala umum untuk memperoleh kaidah yang khusus.
- Metode Studi Kasus, adalah suatu metode yang digunakan untuk meneliti kebenaran suatu peristiwa tertentu.
- Metode Survei, adalah metode dengan menggunakan angket, wawancara, ataupun observasi lapangan untuk memperoleh data dari kehidupan masyarakat secara langsung.
- Metode Partisipasi, adalah metode yang digunakan untuk mengadakan penelitian terhadap kepentingan kelompok. Peneliti berbaur dalam kehidupan kelompok sambil melakukan pengamatan atau kegiatan penelitiannya tanpa mengungkapkan identitas sebagai peneliti dan tidak boleh terlibat secara emosional terhadap kelompok yang ditelitinya.
- Metode Empiris dan Rasionalistis, adalah metode untuk menyadarkan diri pada fakta yang ada dalam masyarakat dan mengutamakan pemikiran sehat untuk memahami masalah sosial yang sedang dikaji.
- Metode Studi Pustaka, adalah metode pengumpulan data yang dilakukan dengan mengambil data atau keterangan dari buku literatur di perpustakaan.
Interaksi Sosial adalah hubungan timbal balik antara individu dengan individu, individu dengan kelompok, dan kelompok dengan kelompok. Ada dua syarat yang harus dipenuhi agar interaksi sosial dapat terjadi, yaitu kontak sosial dan komunikasi.
1. Kontak Sosial
Kontak sosial dapat dibagi menjadi dua. Kontak sosial yang terjadi secara langsung atau tatap muka disebut kontak primer. Kontak sosial yang terjadi secara tidak langsung atau melalui perantara disebut kontak sekunder. Kontak sekunder juga dapat dibagi menjadi dua, yaitu kontak sekunder langsung (menggunakan alat tertentu seperti telepon) dan kontak sekunder tidak langsung (menggunakan orang lain sebagai perantara).
2. Komunikasi
Komunikasi adalah penyampaian pesan dari pihak satu ke pihak lain.
Interaksi sosial dapat berlangsung melalui proses asosiatif atau disosiatif. Proses asosiatif adalah proses interaksi sosial yang mengarah pada kerja sama. Bentuknya berupa asimilasi, akomodasi, akulturasi dan kerja sama. Proses disosiatif adalah proses interaksi sosial yang cenderung mengarah pada timbulnya perpecahan. Bentuknya meliputi kompetisi (persaingan), konflik (pertentangan), dan kontravensi.
Proses interaksi sosial dipengaruhi oleh beberapa faktor berikut ini:
- Imitasi, adalah suatu tindakan meniru sikap, tingkah laku, dan penampilan orang lain seperti gaya bicara, gerak tubuh, dan kebiasaan lainnya.
- Identifikasi, adalah kecenderungan seseorang yang ingin sama perilakunya dengan orang lain yang menjadi idolanya.
- Sugesti, adalah cara pemberian suatu pandangan atau pengaruh oleh seseorang kepada orang lain dengan cara tertentu, sehingga orang tersebut mengikuti pandangan atau pengaruh tersebut tanpa berpikir secara kritis dan rasional.
- Simpati, adalah perasaan tertarik yang timbul dalam diri seseorang dan kemampuan seseorang untuk ikut merasakan suatu keadaan atau peristiwa yang dialami orang lain. Misalnya, ketika tetangga kita mengalami musibah, kita ikut merasakan kesedihan mereka.
- Motivasi, adalah suatu dorongan, rangsangan, dan pengaruh yang diberikan oleh individu kepada individu lain, sehingga individu yang diberi motivasi menuruti atau melaksanakan apa yang diberikan itu secara kritis, rasional, dan penuh rasa tanggung jawab.
- Empati, adalah proses kejiwaan seseorang untuk larut dalam perasaan orang lain, baik suka maupun duka.
Nilai adalah konsepsi abstrak tentang sesuatu yang berharga dalam diri manusia mengenai baik dan buruk. Menurut Prof. Dr. Notonegoro, secara umum nilai dapat dibedakan kedalam tiga macam, yaitu nilai vital, material dan kerohanian. Nilai material, adalah segala sesuatu yang berguna bagi fisik manusia. Misalnya makanan dan minuman. Nilai vital, adalah segala sesuatu yang berguna untuk lmengadakan kegiatan atau aktivitas. Contohnya sabit yang digunakan petani dan pisau yang menjadi alat kerja seorang juru masak. Nilai kerohanian, adalah segala sesuatu yang berguna bagi rohani manusia.
Berdasarkan sumbernya, nilai kerohanian dapat dibagi lagi menjadi empat jenis, yaitu:
- Nilai Kebenaran, adalah nilai yang bersumber dari akal manusia (cipta);
- Nilai Keindahan atau Estetika, adalah nilai yang bersumber dari unsur rasa manusia (estetika);
- Nilai Moral atau Kebaikan, adalah suatu nilai yang bersumber dari kehendak manusia (karsa);
- Nilai Religius, adalah nilai yang bersumber pada ke-Tuhanan.
Nilai sosial memiliki beberapa fungsi berikut dalam masyarakat, yaitu:
- Menyumbangkan seperangkat alat untuk menetapkan harga sosial dari suatu kelompok;
- Mengarahkan masyarakat untuk berpikir dan bertingkah laku;
- Penentu terakhir bagi manusia dalam memenuhi peran sosialnya;
- Menjadi alat solidaritas di kalangan anggota kelompok masyarakat;
- Menjadi pengawas atau kontrol manusia.
B. Norma Sosial
Norma Sosial adalah patokan perilaku manusia dalam kehidupan bermasyarakat. Fungsi Norma Sosial adalah untuk memberi batasan berupa perintah atau larangan dalam berperilaku, memaksa individu untuk menyesuaiakan diri dengan nilai yang berlaku di masyarakat dan menjaga solidaritas antar anggota masyarakat. Oleh karena fungsi-fungsi tersebut, maka sosialisasi norma memiliki peran yang penting dalam mewujudkan ketertiban sosial.
Ditinjau dari asalnya, kita dapat menenemukan berbagai norma berikut dalam masyarakat.
- Norma Agama adalah peraturan yang sifatnya mutlak, tidak dapat ditawar-tawar dan diubah ukurannya, karena berasal dari Tuhan;
- Norma Susila adalah peraturan sosial yang berasal dari hati nurani manusia yang menghasilkan akhlak, sehingga ia dapat membedakan yang baik dan yang buruk;
- Norma Hukum adalah aturan sosial yang dibuat oleh lembaga-lembaga tertentu, contohnya undang-undang dan berbagai keputusan pemerintah lainnya;
- Norma Kesopanan adalah peraturan sosial yang mengarah pada hal-hal yang berkenaan dengan bagaimana seseorang harus bertingkah laku yang wajar dalam kehidupan bermasyarakat;
- Norma Kebiasaan adalah sekumpulan peraturan sosial yang berisi petunjuk atau peraturan yang dibuat secara sadar atau tidak mengenai perilaku yang diulang-ulang sehingga perilaku tersebut menjadi kebiasaan individu. Contohnya kebiasaan mengunjungi sanak saudara saat lebaran. Jika dilanggar, sanksinya bisa berupa celaan, kritik, dan pengucilan.
Berdasarkan daya pengikatnya, norma dibedakan menjadi empat, yaitu:
- Cara (usage) adalah norma yang daya pengikatnya sangat lemah;
- Kebiasaan (folkways) adalah aturan yang daya pengikatnya lebih kuat dari usage;
- Tata Kelakuan (mores) adalah aturan yang telah diterima masyarakat dan biasanya berhubungan dengan sistem kepercayaan atau keyakinan;
- Adat Istiadat (custom) adalah aturan yang memiliki sanksi keras terhadap pelanggarnya, berupa penolakan atau pengadilan.
Sosialisasi adalah suatu proses belajar anggota masyarakat untuk menerima dan menyesuaikan diri dengan unsur budaya yang ada. Tujuan sosialisasi adalah untuk memberikan keterampilan dan pengetahuan, menambah kemampuan berkomunikasi, membantu pengendalian fungsi-fungsi organik, dan membiasakan individu dengan nilai-nilai dan kepercayaan pokok.
Proses sosialisasi dilaksanakan oleh pihak-pihak yang dinamakan agen sosialisasi. Tokoh sosiologi Fuller dan Jacobs mengidentifikasi empat agen sosialisasi utama, yaitu keluarga, teman bermain, sekolah, dan media massa. Dalam masyarakat agen-agen sosialisasi tidak terbatas pada keempat agen ini saja, sebab proses sosialisasi akan diterima oleh setiap individu sepanjang hidupnya.
Proses sosialisasi pertama yang dijalani individu semasa kecil, melalui mana ia menjadi anggota masyarakat disebut sosialisasi primer. Setelah sosialisasi primer, individu kemudian masuk ke dalam sosialisasi sekunder, yakni proses berikutnya yang memperkenalkan individu yang telah disosialisasi ke dalam sektor baru di dalam masyarakat. Contoh sosialisasi sekunder antara lain adalah proses sosialisasi di sekolah dan tempat ibadah.
Robert MZ. Lawang mendefinisikan perilaku menyimpang sebagai semua tindakan yang menyimpang dari norma-norma yang berlaku dari sistem sosial dan menimbulkan usaha dari mereka yang berwenang dalam sistem itu untuk memperbaiki perilaku yang menyimpang. Pelaku yang melakukan penyimpangan itu disebut Devian (deviant), sedangkan perilaku yang sesuai dengan norma dan nilai yang berlaku dalam masyarakat diaebut konformitas.
Perilaku penyimpangan dapat terjadi akibat proses sosialisasi yang tidak sempurna, proses sosialisasi subkebudayaan menyimpang, serta hasil proses belajar yang menyimpang melalui interaksi dengan orang lain yang sudah berpengalaman.
Ditinjau dari dampak yang ditimbulkannya, perilaku penyimpangan ada yang bersifat positif dan negatif. Penyimpangan bersifat positif artinya penyimpangan yang mempunyai dampak positif terhadap sistem sosialnya. Penyimpangan bersifat negatif adalah penyimpangan dimana tindakan pelaku mengarah kepada nilai-nilai sosial yang dipandang rendah dan berdampak buruk atau mengganggu sistem sosial. Contohnya tindak kriminal, perbuatan asusila dan pengedaran obat terlarang.
Berdasarkan pelakunya, perilaku menyimpang dapat dibagi menjadi dua, yaitu penyimpangan primer dan penyimpangan sekunder. Penyimpangan primer adalah perilaku menyimpang yang harus dilakukan sementara (temporer) dan tidak berulang kali. Sedangkan penyimpangan sekunder adalah perilaku menyimpang yang dilakukan secara khas dan terus-menerus sehingga seseorang dapat dikenal sebagai individu yang perilakunya selalu menyimpang. Contohnya, aksi kekerasan oleh kelompok preman.
Pengendalian Sosial adalah proses, baik yang berlangsung disengaja maupun tidak disengaja, yang bersifat mendidik, mengajak, atau memaksa warga masyarakat untuk mematuhi norma-norma atau nilai-nilai yang berlaku. Pengendalian sosial memiliki beberapa fungsi penting di dalam masyarakat, yaitu mempertebal keyakinan masyarakat terhadap norma sosial, memberikan imbalan kepada warga masyarakat yang menaati norma, mengembangkan rasa malu dan rasa takut, serta menciptakan sistem hukum.
Pengendalian sosial dapat diselenggarakan melalui cara formal dan informal. Pengendalian secara formal dilakukan secara formal oleh lembaga-lembaga pendidikan, agama, lembaga peradilan, dan sebagainya. Pengendalian sosial secara informal biasanya dilakukan melalui orang per orang dalam bentuk desas-desus hingga pengucilan.
Berdasarkan sifatnya, pengendalian sosial dapat dikategorikan ke dalam dua macam, yaitu Prefentif dan Represif. Pengendalian sosial preventif bersifat mencegah dan dikakukan sebelum terjadi gangguan atau penyimpangan. Sebaliknya, pengendalian sosial represif dilakukan setelah terjadi gangguan atau penyimpangan, tujuannya untuk memulihkan dan mengembalikan keadaan individu seperti semula.
Struktur Sosial adalah keseluruhan jalinan antara unsur-unsur sosial yang pokok, yaitu kaidah-kaidah sosial, lembaga-lembaga sosial, kelompok-kelompok sosial, dan lapisan-lapisan atau strata sosial.
Stratifikasi sosial menurut Pitrim A. Sorokin adalah perbedaan penduduk atau masyarakat ke dalam lapisan-lapisan kelas secara bertingkat (hierarkis).
Menurut Soerjono Soekanto, dasar-dasar stratifikasi sosial adalah kekayaan dan penghasilan, kekuasaan dan wewenang, ilmu pengetahuan dan pendidikan, kehormatan, dan keturunan.
Ditinjau dari kriteria yang digunakan dalam membedakan strata, terdapat tiga bentuk stratifikasi sebagai berikut:
Secara umum, lembaga sosial dapat diartikan sebagai suatu sistem norma untuk mencapai suatu tujuan yang oleh masyarakat dianggap penting. Lembaga sosial juga sering disebut sebagai pranata sosial, institusi sosial, dan lembaga kemasyarakatan. Wujud dari lembaga sosial antara lain Asosiasi dan Organisasi.
Gillin & Gillin mengkategorikan lembaga-lembaga sosial ke dalam berbagai tipe berikut:
1. Berdasarkan proses perkembangannya.
Struktur Sosial adalah keseluruhan jalinan antara unsur-unsur sosial yang pokok, yaitu kaidah-kaidah sosial, lembaga-lembaga sosial, kelompok-kelompok sosial, dan lapisan-lapisan atau strata sosial.
Stratifikasi sosial menurut Pitrim A. Sorokin adalah perbedaan penduduk atau masyarakat ke dalam lapisan-lapisan kelas secara bertingkat (hierarkis).
Menurut Soerjono Soekanto, dasar-dasar stratifikasi sosial adalah kekayaan dan penghasilan, kekuasaan dan wewenang, ilmu pengetahuan dan pendidikan, kehormatan, dan keturunan.
Ditinjau dari kriteria yang digunakan dalam membedakan strata, terdapat tiga bentuk stratifikasi sebagai berikut:
- Stratifikasi Berdasarkan Kriteria Ekonomi. Adalah masyarakat dibedakan ke dalam tiga lapisan. Lapisan Atas untuk kelompok orang kaya yang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya secara berlebih. Lapisan menengah terdiri dari orang-orang yang mampu memenuhi kebutuhan primernya. Lapisan bawah bagi kelompok orang miskin yang belum dapat memenuhi kebutuhan primernya.
- Stratifikasi Berdasarkan Kriteria Sosial. Adalah masyarakat dikategorikan menurut status atau kedudukan sosial seperti keturunan, pendidikan, dan pekerjaannya.
- Stratifikasi Berdasarkan Kriteria Politik. Adalah dalam bentuk stratifikasi ini, dasar pelapisannya adalah kekuasaan dan wewenang. Menurut Mac Iver, ada tiga tipe stratifikasi politik, yaitu tipe kasta, oligarki, dan demokrasi. Stratifikasi dengan tipe kasta memiliki garis lapisan yang tegas dan kaku, sehingga tidak mengizinkan adanya mobilitas sosial atau perpindahan individu dari lapisan yang satu ke lapisan yang lainnya. Stratifikasi dengan tipe oligarki merupakan sistem lapisan kekuasaan dengan garis pemisah yang tegas dan biasanya dijalankan oleh beberapa orang atau kelompok yang berkuasa. Stratifikasi bertipe demokrasi merupakan sistem lapisan kekuasaan dengan pembagian tugas yang jelas.
Diferensiasi Sosial adalah pembedaan warga masyarakat secara horizontal. Diferensiasi sosial terjadi karena adanya perbedaan karakteristik atau kondisi fisik dan sosial budaya yang sifatnya tidak menimbulkan jenjang antara kelompok masyarakat yang satu dengan yang lainnya.
Diferensiasi sosial dapat dikategorikan menjadi dua bentuk, yakni diferensiasi sosial berdasarkan kondisi fisik dan diferensiasi sosial berdasarkan kondisi sosial budaya. Kondisi sosial budaya antara lain perbedaan suku bangsa, agama, dan profesi. Kondisi fisik contohnya perbedaan ras dan jenis kelamin. Ras ialah kelompok manusia yang memiliki ciri-ciri fisik atau tubuh sama. Menurut A.L Kroeber terdapat empat ragan besar ras di dunia, yaitu Austroloid (Aborigin), Kaukasoid (Nordic, Alpin, Mediterania, dan Indic), Mongoloid (Asiatic, Melayu, Indian, dan Eskimo), serta Negroid (Negro, Negrito, dan Melanesian).
Konflik sering kali menjadi bagian dari interaksi sosial manusia. Lewis A. Coser mendefiniskan konflik sebagai sebuah perjuangan mengenai nilai dan tuntutan atas status, kekuasaan, dan sumber daya yang bersifat langka dengan maksud menetralkan, mencederai, hingga melenyapkan lawan.
Menurut Soerjono Soekanto, terdapat empat faktor yang dapat menyebabkan konflik, yaitu perbedaan antar individu, perbedaan antar kebudayaan, perbedaan kepentingan, dan perbedaan sosial. Bentuk konflik sendiri bermacam-macam, seperti terlihat dalam tabel berikut.
Penanggulangan konflik dapat dilakukan dengan cara konsiliasi, arbitrasi, mediasi, dan ajudikasi. Selain itu, konflik juga dapat diatasi melalui tindakan-tindakan bersifat Cooperativeness dan Assertiveness dalam bentuk penghindaran, kompetisi, akomodasi, kompromi, dan kolaborasi.
Secara etimologis, kata mobilitas sosial berasal dari bahasa latin, yaitu Mobilis yang artinya mudah dipindahkan atau banyak bergerak. Mobilitas sosial terjadi ketika seseorang berpindah dari suatu posisi ke posisi lain, baik vertikal (antarlapisan sosial yang berbeda) maupun horizontal (dalam lapisan sosial yang sama).
Berdasarkan pelakunya, mobilitas dapat terjadi antargenerasi atau intergenerasi, dan secara intragenerasi. Berdasarkan arah perubahannya, mobilitas sosial dapat dibagi menjadi dua, yaitu Mobilitas Horizontal dan Mobilitas Vertikal. Mobilitas vertikal dapat dibedakan menjadi dua macam, yakni Mobilitas Vertikal Naik (Social climbing) dan Mobilitas Vertikal Turun (Social Sinking).
Mobilitas sosial, khususnya yang vertikal atau gerak sosial naik (Social Climbing), lebih mudah terjadi pada masyarakat yang stratifikasi sosialnya terbuka. Misalnya, pada masyarakat industri atau modern yang menghargai prestasi, atau untuk demi mendorong perubahan untuk meningkatkan kualitas hidup. Adapun beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya mobilitas sosial yaitu faktor struktural, individu, status sosial, keadaan ekonomi, demografi, situasi politik, dan motif-motif keagamaan. Sebaliknya, faktor-faktor yang bisa menghambat mobilitas sosial, antara lain kemiskinan, diskriminasi kelas, sosialisasi yang kuat, serta perbedaan jenis kelamin, ras, dan agama.
Pitrim A. Sorokin mengemukakan bahwa ada beberapa saluran yang bisa digunakan individu untuk melakukan mobilitas sosial, yaitu angkatan bersenjata, pendidikan, organisasi politik, organisasi ekonomi, organisasi profesi, organisasi keolahragaan, lembaga keagamaan dan perkawinan.
A. Kelompok Sosial
Manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa membutuhkan manusia lain dalam memenuhi kebutuhannya. Hal ini mendorong manusia untuk hidup di dalam kelompok. Menurut Soejono Soekanto, kelompok sosial adalah himpunan atau kesatuan-kesatuan yang hidup bersama karena adanya hubungan di antara mereka secara timbal-balik dan saling mempengaruhi. Hendra Puspito mendefinisikan kelompok sosial sebagai suatu kumpulan nyata, teratur dan tetap dari individu-individu yang melaksanakan peran-perannya secara berkaitan guna mencapai tujuan bersama.
Terbentuknya kelompok sosial pada umumnya didasari oleh adanya kepentingan yang sama, faktor geografis, daerah dan keturunan yang sama, dan daerah asal yang sama. Kelompok sosial dapat digolongkan ke dalam beragam bentuk berikut ini:
Berdasarkan cara terbentuknya, dibedakan menjadi kelompok semu dan kelompok nyata. Kelompok semu terdiri dari beberapa bentuk yaitu kerumunan, massa dan publik. Kelompok nyata dapat dibagi menjadi kelompok statistik, kelompok kemasyarakatan, kelompok asosiasi, dan kelompok sosial.
Berdasarkan erat longgarnya ikatan antar anggota menurut F. Tonnies, dibedakan menjadi Paguyuban (Gemeinschaft) dan Patembayan (Gesselschaft). Kelompok paguyuban dapat terbentuk oleh ikatan darah, tempat, dan kesamaan ideologi.
Berdasarkan kualitas hubungan antaranggota, dapat digolongkan menjadi kelompok primer dan sekunder.
Berdasarkan pencapaian tujuan, terdapat dua macam kelompok sosial, yaitu kelompok formal dan kelompok informal.
Berdasarkan sudut pandang individu, kelompok sosial ada dua macam, yaitu In Group (kelompok sendiri) dan Out Group (kelompok luar).
Robert K. Merton mengemukakan dua macam kelompok sosial lainnya yang ia sebut Membership Group dan Reference Group.
B. Masyarakat Multikultural
Menurut J. S Furnivall, masyarakat majemuk adalah suatu masyarakat yang terdiri dari dua atau lebih elemen yang hidup sendiri-sendiri tanpa ada pembauran satu sama lain dalam satu kesatuan politik. Masyarakat yang majemuk merupakan cikal bakal dari Masyarakat Multikultural, artinya masyarakat majemuk (Plural Society) yang telah mencapai suatu kondisi keteraturan dan keharmonisan di dalamnya.
Adanya beragam perbedaan dalam masyarakat multikultural dapat memicu munculnya beberapa perilaku atau gejala sosial seperti Etnosentrisme, Primordialisme, Diskriminasi, Jarak Sosial, Pluralisme, serta Integrasi.
A. Pengertian Perubahan Sosial
Kingsley Davis mendefinisikan perubahan sosial sebagai perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi masyarakat. Menurut Robert Mac Iver, perubahan sosial adalah perubahan yang terjadi pada keseimbangan (Equilibrium) hubunan sosial. Menurut Selo Soemardjan, perubahan sosial adalah perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan di dalam suatu masyarakat yang mempengaruhi sistem sosialnya, termasuk nilai-nilai sikap dan perilaku di antara kelompok-kelompok dalam masyarakat.
Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa Perubahan Sosial adalah konsep yang mencakup aspek-aspek perubahan kultural, struktural, serta proses dimana suatu perubahan terjadi sebagai penyempurnaan dari perubahan sebelumnya. Perubahan sosial juga bisa terjadi pada berbagai tingkat kehidupan dan menimbulkan ketidakseimbangan dalam sistem yang ada dalam masyarakat.
B. Teori dan Proses Perubahan Sosial
Terdapat dua teori utama pola perubahan sosial, yakni teori siklus dan teori perkembangan atau Linear. Teori Siklus menyatakan bahwa perubahan sosial tidak dapat direncanakan atau diarahkan ke suatu titik tertentu, melainkan berputar melingkar menurut pola tertentu. Menurut teori perkembangan atau Linear, perubahan sosial bersifat linear atau bergerak menuju ke suatu titik tertentu. Teori linear dapat dibedakan menjadi dua, yakni Teori Evolusi dan Teori Revolusi.
- Teori Evolusi, berpendapat bahwa perubahan sosial berlangsung lambat dalam jangka waktu yang sangat lama dan biasanya merupakan rentetan peristiwa-peristiwa kecil yang saling mengukuti. Teori ini dibagi lagi ke dalam tiga kelompok teori, yaitu Unlinear Theori of Evolution, Universal Theories of Evolution, dan Multilineal Theories of Evolution.
- Teori Revolusi, menyatakan bahwa perubahan sosial dan kebudayaan berlangsung secara cepat dan menyangkut hal-hal yang mendasar atau pokok dalam kehidupan masyarakat.
Perubahan sosial dapat terjadi melalui beberapa proses berikut:
- Difusi, yaitu proses penyebaran unsur-unsur kebudayaan (ide-ide, keyakinan, hasil-hasil kebudayaan, dan sebagainya) dari individu kepada individu lain, dari satu golongan ke golongan lain dalam suatu masyarakat atau dari satu masyarakat ke masyarakat lain. Dari pengertian tersebut dapat dibedakan menjadi dua macam difusi, yaitu Difusi Intra Masyarakat dan Difusi Antar Masyarakat.
- Akulturasi, adalah proses penerimaan unsur-unsur kebudayaan dari luar secara lambat dengan tidak menghilangkan sifat khas kepribadian kebudayaan asal.
- Asimilasi, adalah proses penerimaan unsur-unsur kebudayaan dari luar yang bercampur dengan unsur-unsur kebudayaan lokal menjadi kebudayaan baru.
- Akomodasi, adalah suatu proses yang menuju kepada upaya-upaya manusia untuk meredakan pertentangan atau mencapai kestabilan interaksi sosial.
C. Dampak Perubahan Sosial
Perubahan sosial dapat menghasilkan dampak yang positif dan negatif. Beberapa dampak yang positif yaitu terjadinya modernisasi, demokrasi dan globalisasi. Dampak yang bersifat negatif antara lain Westernisasi, Sekularisme, Konsumerisme, dan Hedonisme.
Secara umum, lembaga sosial dapat diartikan sebagai suatu sistem norma untuk mencapai suatu tujuan yang oleh masyarakat dianggap penting. Lembaga sosial juga sering disebut sebagai pranata sosial, institusi sosial, dan lembaga kemasyarakatan. Wujud dari lembaga sosial antara lain Asosiasi dan Organisasi.
Gillin & Gillin mengkategorikan lembaga-lembaga sosial ke dalam berbagai tipe berikut:
1. Berdasarkan proses perkembangannya.
- Received Institution, adalah lembaga yang tidak disengaja tumbuh dari adat istiadat masyarakat. Misalnya, lembaga perkawinan.
- Enacted Institution, adalah lembaga yang sengaja dibentuk untuk mencapai tujuan tertentu. Contohnya, lembaga hukum dan pendidikan.
2. Berdasarkan sifat penyebarannya.
- General Institution, adalah lembaga sosial yang dikenal oleh sebagian besar masyarakat dunia.
- Restructed Institution, adalah lembaga yang hanya dikenal oleh masyarakat tertentu.
3. Berdasarkan fungsinya.
- Operative Institution, adalah lembaga sosial yang menghimpun pola atau cara-cara tertentu yang diperlukan untuk mencapai tujuan masyarakat yang bersangkutan.
- Regulative Institution, adalah lembaga sosial yang mengawasi adat istiadat atau tata kelakuan yang ada di dalam masyarakat.
4. Berdasarkan penerimaan masyarakat.
5. Berdasarkan sistem nilai.
Lembaga-lembaga sosial memiliki fungsi laten dan fungsi manifes adalah sebagai berikut.
Penelitian adalah suatu proses atau rangkaian langkah-langkah atau kegiatan ilmiah dalam rangka pemecahan masalah. Sebagai suatu kegiatan ilmiah, maka dalam pelaksanaannya suatu penelitian harus mengikuti tiga syarat penting, yakni sistematis, terencana dan mengikuti konsep ilmiah. Peneliti dituntut untuk memiliki sikap yang objektif, kompeten dan faktual. Selain itu peneliti juga harus memiliki cara berpikir yang skeptis, analitis, kritis, jujur, dan terbuka.
Secara garis besar, prosedur penelitian dibagi ke dalam tiga langkah pokok berikut ini:
1. Menyusun Rancangan Penelitian.
Rancangan penelitian merupakan pokok perencanaan bagi seluruh kegiatan penelitian yang tercakup dalam satu kesatuan langkah.
Penyusunan terdirj dari empat tahap, yaitu:
- Memilih topik atau masalah;
- Melakukan kegiatan prapenelitian atau studi pendahuluan;
- Merumuskan masalah;
- Menentukan dugaan sementara (asumsi) dan hipotesis;
- Menentukan metode dan pendekatan (kuantitatif atau kualitatif);
- Menentukan variabel (jika kuantitatif) dan sumber data;
- Membuat instrumen penelitian, seperti angket (kuesioner) dan daftar pertanyaan wawancara.
2. Pelaksanaan Penelitian.
Pelaksanaan penelitian dilaksanakan dalam empat tahap, yaitu:
a. Menentukan teknik dan membuat instrumen.
Instrumen yang digunakan dapat berupa angket (kuesioner) atau daftar pertanyaan wawancara.
Sampel merupakan bagian dari populasi yang akan diteliti. Beberapa teknik pengambilan sampel, yaitu:
- Sampel acak sederhana;
- Sampel sebanding (proportional sampling);
- Sampel sistematik;
- Sampel bertujuan (purposive sampling);
- Sampel berstrata;
- Sampel bola salju (snowball sampling);
- Sampel Cluster;
- Sampel kebetulan (accidental sampling);
- Sampel kuota.
b. Mengumpulkan dan mengolah data.
c. Analisis dan interprestasi data.
Analisis data adalah proses penyederhanaan data sehingga mudah dibaca. Ada dua macam analisis, yaitu analisis kualitatif dan kuantitatif.
d. Menarik kesimpulan.
3. Pembuatan Laporan Penelitian.
Laporan penelitian dibuat agar orang lain dapat memahami, menilai dan bahkan menguji hasil penelitian. Oleh karena itu, suatu laporan penelitian harus bersifat komunikatif (menggunakan bahasa yang baik dan benar) dan sistematis (teratur).
Penulisannya secara garis besar terdiri atas tiga bagian berikut:
- Pendahuluan, meliputi halaman judul, kata pengantar, daftar isi, daftar tabel, gambar dan grafik.
- Isi, meliputi bab pendahuluan, bab tinjauan pustaka, bab metodologi penelitian, bab pelaksanaan penelitian, bab hasil penelitian, pembahasan serta bab kesimpulan dan saran.
- Penutup, meliputi daftar pustaka, lampiran dan indeks.
Sumber: Ebook/http://pak-anang.blogspot.com
Editor: SowongFana
Tidak ada komentar:
Posting Komentar