Kitab al-Hikam Terjemah (Buku Kedua).
Al-Hikam (Pasal 53)
1. Berbagai kewajiban yang dikerjakan pada sejumlah waktu dapat diganti. Namun, kewajiban terhadap sejumlah waktu (keadaan) tidak dapat diganti. Pasalnya, tidaklah satu waktu tiba, kecuali membawa kewajiban baru dan perintah penting dari Allah yang harus kau tunaikan. Bagaimana mungkin kau menunaikan hak yang lain, sedangkan di dalamnya hak Allah tidak kau tunaikan?.
(Ibnu Atha'illah al-Iskandari).
KEWAJIBAN-KEWAJIBAN pada waktu-waktu tertentu, berupa shalat, puasa, dan sebagainya, bisa diganti di lain waktu apabila waktu yang telah ditetapkan untuknya terlewatkan. Akan tetapi, kewajiban terhadap waktu ialah ahwâl yang didapat seorang hamba dari Tuhannya. Waktu seorang hamba adalah ahwâl (keadaan) yang dialaminya. Ada empat waktu yang biasa dialami seorang hamba, yaitu nikmat, ujian (petaka), ketaatan, dan maksiat. Semuanya disebut "waktu" karena ia datang pada waktu-waktu tertentu; hak-hak waktu yang wajib kau tunaikan adalah sikap-sikap batin yang dibutuhkan oleh ahwâl tersebut.
Bila waktu itu berupa kenikmatan, haknya atau kewajiban yang harus kau tunaikan untuknya adalah, kau harus memuji Allah dan bersyukur kepada-Nya atas nikmat itu. Bila berupa ujian, kau harus bersabar dan rida. Jika berupa ketaatan, kau harus tetap melihat karunia-Nya. Namun, bila berbentuk maksiat, kau harus beristighfar dan bertobat.
Oleh sebab itu, orang-orang berkata, "Seorang yang miskin selalu menjadi anak waktunya." Dengan kata lain, ia selalu berlaku sopan terhadap waktunya dan selalu menunaikan haknya, sebagaimana seorang anak yang berlaku sopan terhadap bapaknya.
Hak-hak waktu itu tidak bisa diganti jika terlewatkan karena tak ada waktu atau keadaan lain yang datang, kecuali di dalamnya Allah memiliki kewajiban dan perintah baru atasmu yang harus kau kerjakan. Oleh karena itu, tak ada hal lain bagimu, kecuali kau harus menunaikan hak-hak waktumu agar tak ada kewajiban yang kau lewatkan.
Oleh sebab itu, Ibnu Atha'illah berkata, "Bagaimana kau menunaikan hak lain yang telah kau lewatkan, sedangkan kau belum menunaikan hak Allah di dalamnya." Maksudnya adalah hak yang berhubungan dengan waktu itu. Sekiranya Ibnu Atha'illah berkata, "Sedangkan kau belum menunaikan hak waktu itu?" mungkin akan lebih tepat dan jelas lagi. Saat itu, kau wajib mengawasi hatimu agar ia menjaga hak-hak itu yang tak mungkin digantikan jika terlewatkan. Jangan kau sibukkan waktumu dengan syahwat-syahwat dirimu dan kekerasan jiwa kemanusiaanmu sehingga kau menyia-nyiakan hak-hak Allah yang wajib kau tunaikan dan tak ada gantinya jika terlewatkan.
Al-Hikam (Pasal 54)
2. Usiamu yang berlalu tidak dapat digantikan dan apa yang kau raih darinya tidak ternilai harganya.
(Ibnu Atha'illah al-Iskandari).
USIAMU YANG berlalu tidak akan pernah kembali lagi. Jika kau tidak melakukan amal saleh di sepanjang usiamu, kau akan kehilangan kebahagiaan sebesar usiamu itu dan kau tidak akan mendapatkannya lagi.
Apa yang kau raih selama usiamu tak ternilai harganya dan tak bisa diukur dengan apa pun. Jika kau sibuk dengan hak-hak Allah selama usiamu, kau akan meraih kerajaan besar di akhirat, kemuliaan agung yang tidak akan fana. Oleh karena itu, para salafusshâleh amat memperhatikan setiap desah napas dan setiap detik waktu mereka dengan segera menggunakan kesempatan dan waktunya. Mereka senantiasa tidak puas dengan apa yang telah mereka lakukan untuk Tuhannya.
Dalam hadits disebutkan, "Waktu yang tidak dimanfaatkan seorang hamba untuk mengingat Allah akan menjadi waktu penyesalan baginya."
Ada yang berkata, "Di hari kiamat, akan diperlihatkan kepada setiap hamba hari-hari yang telah dilaluinya dalam bentuk simpanan yang diletakkan berbaris-baris di dalam 20 lemari. Di setiap lemari, terdapat satu kenikmatan atas amal saleh yang telah dilakukannya di dunia. Jika suatu ketika ia tidak melakukan amal saleh, lemari itu terlihat kosong. Ia pun akan menyesalinya. Namun, saat itu penyesalan sudah tidak lagi berguna."
Sumber: Kitab al-Hikam Terjemah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar