Selasa, 30 Oktober 2018

Kitab al-Hikam (Pasal 127-128) : Larangan Mengklaim Salah Satu Sifat Rububiyyah Allah

Kitab al-Hikam Terjemah (Buku Pertama).

(Pasal 127)
1. Bersandarlah selalu kepada sifat-sifat rububiyyah Allah (ketuhanan-Nya) dan wujudkanlah sifat-sifat 'ubudiyyah-mu (kehambaanmu).

(Ibnu Atha'illah al-Iskandari).

BERSANDARLAH SELALU kepada sifat-sifat rububiyyah-Nya dan jangan berusaha mewujudkan sifat-sifat itu pada dirimu karena seorang hamba tak mampu melakukannya. Ia hanya bisa bergantung pada sifat-sifat Tuhannya. Maka dari itu, wujudkanlah pada dirimu sifat-sifat 'Ubudiyyah-mu kepada-Nya.

"Bersandar kepada sifat-sifat rububiyyah" bermakna memandang atau memperhatikan maslahat sifat-sifat itu. Namun demikian, tidak layak bagimu untuk bersifat dengan salah satunya.

"Mewujudkan sifat-sifat 'Ubudiyyah" bermakna melihat dan memperhatikan sifat-sifat itu atau mengamati pembentukannya untuk dirinya. Sifat inilah yang harus dimiliki seorang hamba dengan sempurna, bukan sifat-sifat rububiyyah-Nya.

Sifat rububiyyah yang didapat seorang hamba yang ada pada dirinya tak lain hanyalah pinjaman Allah padanya, bukan miliknya pribadi. Jika seorang hamba mendapati sifat kaya dan mampu, mulia dan kuat pada dirinya, tak lain itu hanyalah milik Allah. Ia harus melihat bahwa sifat-sifat asli yang dimilikinya adalah kebalikan dari semua sifat Allah, yaitu miskin, hina, lemah, dan tak berdaya. Kemudian, Allah menyokongnya dengan sifat-sifat-Nya sehingga ia menjadi kaya, mampu, tahu, mulia, dan kuat karena Allah.

Ibnu Atha'illah mendukung hikmah ini dengan hikmah berikut:

(Pasal 128)
2. Allah melarangmu mengakui hak orang lain yang bukan milikmu. Lalu, mungkinkah Dia membolehkan mengakui memiliki sifat-Nya, padahal Dia Tuhan Pemelihara alam semesta.

(Ibnu Atha'illah al-Iskandari).

ALLAH MENGHARAMKANMU untuk mengaku-ngaku sesuatu yang bukan milikmu, misalnya mengaku-ngaku kepemilikan harta yang diberikan-Nya kepada makhluk-Nya yang lain. Tindakan ini disebut Allah sebagai 'udwan (tindakan melampaui batas) dan kezaliman. Jika tindakan ini dilarang-Nya, apakah Dia membolehkanmu mengaku-ngaku sifat-sifat yang dimiliki-Nya?.

Apabila tindakan mengaku-ngaku hak milik orang lain saja diharamkan, tentu saja tindakan mengaku-ngaku sifat Allah lebih dilarang lagi. Tindakan ini merupakan 'udwan dan kezaliman yang lebih besar dan lebih berat.

Jika kau mengaku kaya, berkuasa, terhormat, kuat, dan alim, sebagaimana yang terjadi pada sebagian orang, itu termasuk maksiat dan dosa besar. Bahkan, menurut pandangan orang-orang 'arif, itu merupakan tindakan menyekutukan Tuhan dan kekejian yang paling keji. Hal itu dikarenakan di dalam hati hamba, ada sekutu Allah, yaitu dirinya yang mengaku sifat-sifat rububiyyah Allah, baik dengan keyakinan maupun dengan ucapan. Itu sama dengan tindakan menandingi Allah dan sombong di hadapan-Nya.

Dalam hadist qudsi, Allah berfirman, "Kesombongan adalah serban-Ku dan kebesaran adalah sarung-Ku, siapa yang menandingi-Ku dalam salah satu sifat itu, maka Aku akan menjerumuskannya ke dalam neraka."

Makna "menandingi" di sini ialah mengaku-ngaku dengan ungkapan dan keyakinan.

Sumber : Kitab al-Hikam Terjemah.

1 komentar: