Selasa, 23 Oktober 2018

Kitab al-Hikam (Pasal 110-112) : Salah Satu Sikap Sopan Seorang Hamba terhadap Allah adalah Tidak Menangguhkan Permintaan-Nya manakala Dia Menangguhkan Permintaannya

Kitab al-Hikam Terjemah (Buku Pertama).

(Pasal 110)
1. Jangan menuntut Tuhan lantaran permintaanmu terlambat dikabulkan. Namun, tuntutlah dirimu lantaran terlambat melaksanakan kewajiban.

(Ibnu Atha'illah al-Iskandari).

JANGAN PROTES kepada Tuhan dan berburuk sangka kepada-Nya jika permintaanmu terlambat dipenuhi-Nya, baik yang batin, seperti keistimewaan tertentu, maupun yang lahir, seperti kebutuhan-kebutuhan duniawimu.

Jika kau meminta sesuatu dari-Nya dan jawabannya tidak diberi langsung, jangan kau berburuk sangka kepada-Nya dan jangan memaksa-Nya untuk menunaikan permintaanmu itu karena Dia melakukan apa saja yang dikehendaki-Nya tanpa dimintai pertanggungjawaban atas apa yang dilakukan-Nya. Jika permintaanmu ditunda, tuntutlah dirimu atas keterlambatan pengabulan doamu itu karena kau telah meminta agar disegerakan jawaban doamu. Tentu ini merupakan sikap yang tidak sopan dan kurang ajar terhadap Tuhan.

Tuntutanmu agar Tuhan segera mengabulkan doamu merupakan bukti bahwa kau berdoa untuk dikabulkan. Doamu hanya memiliki tendensi tertentu. Inilah yang mengurangi kesempurnaan 'Ubudiyyah-mu. Demikian pula halnya dengan keyakinanmu bahwa Dia tidak akan mengabulkan doamu. Ini adalah sikap yang tidak sopan karena belum tentu pengabulan doa itu berupa sesuatu yang kau inginkan langsung. Allah berhak menahannya darimu karena bisa jadi tindakan itu lebih baik bagimu.

Ibnu Atha'illah mengisyaratkan sebuah etika. Jika dipegang oleh seorang hamba, ia akan mendapatkan tujuan dan maksudnya, yaitu sikap istiqamah dan berjalan pada jalan yang lurus, seperti dalam firman Allah, "Tujukilah kami jalan yang lurus." (QS. al-Fatihah [1]: 6).

(Pasal 111)
2. Ketika secara lahir Allah menjadikanmu taat melaksanakan perintah dan secara batin menganugerahkan sikap pasrah kepada-Nya, berarti Dia telah melimpahkan nikmat yang besar padamu.

(Ibnu Atha'illah al-Iskandari).

KETIKA ALLAH menjadikanmu taat, dengan memberimu taufik untuk melaksanakan berbagai ketaatan, dan membuatmu rida dengan putusan Tuhanmu, berarti Dia telah melimpahkan karunia yang paling besar kepadamu. Dalam karunia itu, Dia telah menghimpun 'Ubudiyyah batin dan 'Ubudiyyah lahir pada dirimu.

Kedua perkara inilah yang menuntutmu untuk menghambakan diri kepada Allah semata. Lantas, mengapa kau masih tamak? Apa lagi yang kau cari setelah mendapat dua perkara itu jika kau seorang hamba sejati? Ketahuilah, tak ada kedudukan yang sempurna, kecuali saat kau berjuang dalam 'ubudiyyah lahir dan 'ubudiyyah batin.

(Pasal 112)
3. Tidak setiap orang yang memperoleh keistimewaan sepenuhnya terbebas dari dorongan nafsu.

(Ibnu Atha'illah al-Iskandari).

TIDAK SETIAP ORANG yang mendapatkan perkara luar biasa, seperti dapat mempersingkat perjalanan, terbang di udara, atau berjalan di atas air, sepenuhnya terbebas dari gejolak nafsu, dorongan syahwat, kesalahan, dan pelanggaran.

Ibnu Atha'illah berkata, "Tidak semua orang yang mendapat karamah terbebas dari salah." Bahkan mungkin, sebagian orang yang mendapatkan karamah itu tidak mampu istiqamah.

Karamah sejati adalah sikap istiqamah yang dimiliki seseorang. Lain halnya dengan karamah yang berupa perkara-perkara luar biasa yang kadang kala terjadi pada orang yang tidak beristiqamah dengan sempurna. Bahkan, karamah seperti ini banyak terjadi pada para pemula dan tidak tampak pada orang yang sudah benar-benar istiqamah dan tawakal. Sekalipun demikian, keduanya termasuk orang-orang yang dekat dengan Allah. Oleh karena itu, kita harus tetap menghormati mereka dan memuliakannya. Namun, ahli istiqamah lebih harus dimuliakan daripada ahli karamah.

Sumber : Kitab al-Hikam Terjemah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar