Senin, 22 Oktober 2018

Kitab al-Hikam (Pasal 104-105) : Kebutuhan Orang 'Arif terhadap Allah Tidak Pernah Hilang

Kitab al-Hikam Terjemah (Buku Pertama).

(Pasal 104)
1. Seorang 'arif selalu merasa butuh pada-Nya dan hanya merasa tenang jika bersama-Nya.

(Ibnu Atha'illah al-Iskandari).

KEBUTUHAN SEORANG 'arif selalu ada karena ia melihat kuasa Allah yang Maha Menyeluruh, mengenali dirinya sendiri dengan baik, dan menyadari kebutuhannya setiap saat. Lain halnya dengan orang yang tidak 'arif, ia terkadang butuh, lalu berdoa, terkadang pula berdoa, namun tidak butuh. Hal itu dikarenakan kebutuhan orang-orang awam bergantung pada adanya dorongan sebab-sebab. Mereka terlalu didominasi oleh indra dalam penyaksiannya. Jika sebab-sebab itu hilang dari mereka, kebutuhan mereka pun akan sirna.

Sekiranya mereka melihat kuasa Allah yang menyeluruh, niscaya mereka mengetahui bahwa kebutuhan mereka kepada Allah bersifat abadi. Mereka tidak akan tenang dan hati mereka tidak akan bergantung kecuali kepada Allah semata, karena sesekali mereka merasa butuh kepada sesuatu, tetapi mereka menolak sesuatu itu. Ini menandakan bahwa "kebutuhan akan bantuan-Nya" dan "tergeraknya lisan untuk meminta kepada-Nya" merupakan dua sifat orang-orang 'arif.

(Pasal 105)
2. Allah menerangi alam lahir dengan cahaya makhluk-makhluk-Nya, dan menerangi alam batin dengan cahaya sifat-sifat-Nya. Cahaya alam lahir pasti terbenam, dan cahaya hati tak kan pernah padam. Karena itu seorang penyair berkata, "Matahari siang terbenam dengan datangnya malam, matahari hati takkan pernah sekalipun menghilang."

(Ibnu Atha'illah al-Iskandari).

ALLAH MENERANGI seluruh langit dan bumi dengan cahaya dari jejak sifat-sifat-Nya atau dengan cahaya matahari, bulan, dan bintang, yang kesemuanya mencerminkan sifat qudrah dan iradah Allah. Seluruh fenomena alam nyata ini menjadi terbuka bagi kita dengan cahaya bintang-bintang. Saat itu, kita bisa melihat seluruh alam semesta dan mengambil manfaat darinya atau menghindari bahayanya.

Allah menerangi relung batin dengan ilmu pengetahuan yang bersumber dari penampakan sifat-sifat-Nya pada hati orang-orang 'arif. Relung batin orang-orang 'arif itu menjadi terbuka dengan cahaya ilmu pengetahuan yang bersumber dari sifat-sifat Allah atau meresapnya sifat-sifat itu dalam hati mereka. Saat itulah, orang-orang 'arif akan bisa melihat berbagai sifat yang ada dalam batin mereka sehingga mereka akan menghindari bahayanya dan mengambil manfaatnya.

Alam semesta bisa nyata dengan cahaya makhluk-Nya dan relung batin bisa nyata dengan cahaya sifat-sifat-Nya. Cahaya makhluk bersumber dari sesuatu yang hadist (baru), sedangkan cahaya sifat-sifat-Nya bersumber dari Dzat yang Qadim (terdahulu). Semua cahaya lahir (yang berasal dari makhluk) itu akan redup.

Cahaya matahari akan hilang di malam hari. Cahaya bintang dan bulan akan hilang di siang hari. Namun, cahaya hati yang bersumber dari penyaksian terhadap sifat-sifat Allah yang Qadim tidak akan pernah hilang dan redup. Tentu saja cahaya yang bersumber dari Yang Maha Qadim tidak akan sirna.

Yang membuat cahaya itu tidak tampak adalah sifat-sifat kemanusiaan yang ada pada diri orang-orang 'arif, sehingga cahaya itu seolah-olah tak ada. Padahal, cahaya itu tetap ada dalam hati mereka. Oleh sebab itu, seorang penyair berkata, "Sesungguhnya, matahari siang terbenam menjelang malam, namun matahari hati tiada pernah tenggelam."

Syair lain mengatakan:

"Matahari pencinta Tuhan akan terbit di malam hari. Ia akan memancarkan sinarnya dan tak pernah terbenam."

Di sini terkandung peringatan bahwa perkara-perkara yang abadi itulah yang harus disukai, disenangi, perlu dilestarikan, dan dijaga kondisinya. Lain halnya dengan perkara-perkara fana yang bisa terbenam, ia tak perlu digandrungi. Bila demikian, seorang hamba akan mengikuti keyakinan dan prinsip Ibrahim saat ia berkata, "Saya tidak suka sesuatu yang terbenam dan hilang."

Sumber : Kitab al-Hikam Terjemah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar