Kitab al-Hikam Terjemah (Buku Pertama).
(Pasal 21)
1. Meminta kepada Allah berarti menuduh-Nya. Mencari Allah berarti menggibah-Nya. Mencari selain Allah pertanda tak punya malu kepada-Nya dan meminta kepada selain Allah pertanda jauh dari-Nya.
(Ibnu Atha'illah al-Iskandari).
DALAM PERJALANANNYA menuju Allah, seorang murid harus sibuk melakukan amal-amal saleh yang diridhai Tuhannya. Hatinya tidak boleh sibuk mencari sesuatu yang lain karena itu tercela dan bisa memutus jalannya menuju Allah.
Bila kau meminta kepada Allah agar Dia memberimu rezeki dan makanan yang dapat membantumu berjalan atau agar Dia meluaskan rezekimu, sama dengan menuduh-Nya tidak pernah memberimu rezeki. Jika kau percaya bahwa Dia Maha Mengetahui kebutuhanmu dan Maha Kuasa memberimu tanpa kau minta, tentu kau tidak akan meminta sesuatu pun dari-Nya.
Bila kau mencari-cari Allah agar kau didekatkan kepada-Nya, dihilangkan hijab antara dirimu dengan-Nya, dan dapat melihat-Nya dengan mata hatimu, tindakan ini sama saja dengan melakukan gibah terhadap-Nya (membicarakan-Nya di belakang) karena Dzat Yang Maha Hadir tidak perlu lagi dicari-cari.
Bila kau mencari selain Tuhanmu, baik itu berupa harta, kedudukan, kehormatan, maupun yang lainnya, itu membuktikan sedikitnya rasa malumu kepada-Nya. Jika kau malu kepada-Nya, tentu kau tidak akan mencari selain-Nya.
Bila kau meminta kepada selain-Nya, seperti meminta kepada seorang manusia untuk mengatasi persoalan-persoalanmu dan saat meminta itu kau lupa kepada Tuhanmu, itu menandakan bahwa kau begitu jauh dari-Nya. Jika kau dekat dengan-Nya, pasti kau akan jauh dari selain-Nya. Sekiranya kau menyadari kedekatan-Nya denganmu, niscaya kau akan menghindari mahluk-mahluk-Nya. Namun, karena kejauhanmu dengan-Nya, kau merasa butuh kepada selain-Nya untuk kau jadikan tempat berlindung dan meminta.
Bagi kalangan murid, meminta kepada Sang Khalik adalah hal yang lumrah. Bahkan, meminta kepada mahluk pun adalah hal yang wajar, kecuali meminta dalam kerangka ibadah, etika, mengikuti perintah, atau menyatakan kebutuhan. Sementara itu, orang-orang 'arif hanya memandang kepada Allah. Permintaan mereka, walaupun secara lahir tampak kepada mahluk, namun sebenarnya kepada Sang Khalik.
(Pasal 22)
2. Pada setiap desahan napas yang kau hembuskan terdapat takdir Allah yang telah ditetapkan.
(Ibnu Atha'illah al-Iskandari).
SETIAP NAPAS yang keluar darimu telah ditakdirkan Allah, baik yang terkandung di dalamnya ketaatan, maksiat, nikmat, maupun petaka. Setiap napas yang keluar darimu adalah satu dari sekian takdir Allah untukmu, siapapun dirimu. Oleh karena itu, kau harus tetap menjaga kesopananmu di hadapan-Nya dan menyadari bahwa Dia selalu mengawasimu dalam setiap desahan napasmu. Dengan begitu, di setiap napas, kau menjadi seorang salik yang ingin meniti jalan menuju Allah. Inilah makna ungkapan "Jalan menuju Allah sebanyak desahan napas seluruh mahluk."
(Pasal 23)
3. Jangan menanti-nanti hilangnya kecenderungan-kecenderungan kepada dunia. Karena hal itu dapat membuatmu lupa akan adanya pengawasan Allah atas ahwal yang telah ditetapkan-Nya untukmu.
(Ibnu Atha'illah al-Iskandari).
KECENDERUNGAN-KECENDERUNGAN kepada dunia memang merupakan kegelapan yang dapat menghalangi hati dari melihat Tuhan. Namun demikian, jangan pula kau menanti-nanti dan bertanya-tanya kapan kecenderungan-kecenderungan itu bisa hilang secara total dari hatimu. Sebab, hal ini bisa membuatmu lupa bahwa kondisi (ahwal) yang telah ditetapkan untukmu saat ini, yakni berupa amal-amal yang bisa mengantarkanmu kepada-Nya, adalah berada dalam pengawasan-Nya.
Yang dituntut dari dirimu ialah senantiasa istiqamah dalam menjalani kebiasaanmu dan tetap merasa diawasi Allah. Jangan kau sibuk dengan segala hal yang masuk ke dalam hatimu, baik berupa kegelapan maupun cahaya karena hal itu justru akan memutusmu dari kebiasaanmu.
Dianggap memutus karena jiwamu selalu dibayangi keraguan, "Kalau benar aku ini ahli iradah, tentunya kecenderungan-kecenderungan kepada dunia ini tidak mungkin lagi masuk ke dalam hatiku, apalagi dengan banyaknya ibadah yang sudah kulakukan selama ini." Sehingga hatimu sibuk dengan bisikan dan gangguan ini. Mungkin ia terus membisikimu agar kau melupakan apa yang menjadi tujuanmu atau agar kau meninggalkan amal saleh.
Biasanya, sebab kemunculan kecenderungan-kecenderungan kepada dunia ini adalah kotoran-kotoran keduniaan yang menghampiri hatimu. Dan ini adalah persoalan yang mau tidak mau harus kau hadapi.
Sumber : Kitab al-Hikam Terjemah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar