Rabu, 28 November 2018

Surat-surat Ibnu Atha'illah al-Iskandari untuk Sahabat-sahabatnya: Tiga Macam Manusia dalam Menyikapi Pemberian Tuhan

Kitab al-Hikam Terjemah.

Ibnu Atha'illah berkata dalam surat yang ditulis untuk sahabat-sahabatnya:

Surat ke-18 sampai ke-20....

Bait Surat ke-18.
Di dalam menghadapi nikmat Allah, manusia terbagi tiga. Pertama, orang yang gembira dengan nikmat, bukan karena melihat siapa yang memberikannya, tetapi semata-mata karena kelezatan nikmat itu yang memuaskan hawa nafsunya maka ia termasuk orang lalai (ghafil). Orang ini sesuai dengan firman Allah, "Sehingga bila mereka telah puas gembira dengan apa yang diberikan itu, Kami tangkap mereka dengan tiba-tiba (Kami siksa mereka dengan tiba-tiba)." Kedua, orang yang gembira dengan nikmat karena ia merasa bahwa nikmat itu adalah karunia yang diberikan Allah kepadanya. Orang ini sesuai dengan firman-Nya, "Katakanlah, karena merasa mendapat karunia dan rahmat Allah maka dengan itulah mereka harus gembira. Yang demikian itu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan." Ketiga, orang yang hanya bergembira dengan Allah, bukan karena karunia-Nya. Ia tidal terpengaruh oleh kelezatan lahir dan batin nikmat itu karena ia hanya sibuk memperhatikan Allah sehingga ia tercukupi dari segala hal selain-Nya. Dengan demikian, tidak ada yang terlihat padanya, kecuali Allah. Orang ini sesuai dengan firman-Nya, "Katakanlah, 'Hanya Allah', kemudian biarkan mereka dalam kesibukan mereka berkecimpung (main-main)."

(Ibnu Atha'illah al-Iskandari).

GOLONGAN PERTAMA penerima nikmat Allah itu seperti hewan yang makan dan minum tanpa mengingat Tuhannya. Setiap kali mereka diberi nikmat maka kelalaiannya terus bertambah dan mereka tidak pernah bersyukur kepada Allah. Akibatnya, Allah akan menyiksa mereka dengan tiba-tiba.

Golongan kedua, keadaan mereka pun masih kurang sempurna karena masih menoleh ke arah nikmat itu dan masih merasa bahagia dengannya. Ia masih merasa senang dengan nikmat kendati ia mengetahui bahwa nikmat itu bersumber dari Allah.

Golongan ketiga, mereka hanya bergembira dengan Allah, bukan dengan karunia-Nya. Mereka tidak terdorong untuk menikmati kelezatan lahir nikmat itu. Mereka juga tidak pernah menganggap bahwa wujud nikmat itu adalah bukti perhatian dan pertolongan Allah kepada mereka.

Bait Surat ke-19.
Allah telah mewahyukan kepada Nabi Daud as., "Hai Daud, katakanlah kepada orang-orang shiddîqîn, dengan Aku menyertai mereka, hendaknya bersenang gembira, dan dengan berzikir menyebut nama-Ku, hendaknya mereka merasakan nikmat."

(Ibnu Atha'illah al-Iskandari).

ALLAH MEWAHYUKAN kepada Nabi Daud as., "Hai Daud, katakanlah kepada orang-orang shiddîqîn." Shiddîqîn ialah orang-orang yang jujur dalam ucapan, perbuatan, dan ahwâl-nya.

"Dengan Aku menyertai mereka, hendaknya mereka bersenang gembira," berarti, hendaknya mereka senang dan bahagia hanya dengan-Ku, bukan dengan selain-Ku, karena Aku adalah Tuhan dan mereka adalah hamba-hamba-Ku. Mereka dituntut untuk membebaskan diri dari sifat-sifat kemanusiaannya.

Dikisahkan, suatu hari 'Utbah kecil menemui Rabi'ah al-Adwayiah. Ia mengenakan pakaian baru dan berjalan dengan berlenggak-lenggok, tidak seperti biasanya. Kemudian, Rabi'ah berkata kepadanya, "Wahai 'Utbah, apa yang kau lakukan? Mengapa kesombongan dan keangkuhan yang tak pernah ku lihat sebelumnya tampak pada dirimu hari ini?"

'Utbah menjawab, "Wahai Rabi'ah, siapa lagi yang lebih berhak dengan kesombongan ini dariku? Sekarang aku telah memiliki Tuhan dan aku telah menjadi hamba-Nya."

"Dan dengan berzikir menyebut nama-Ku, hendaknya mereka merasakan nikmat," bermakna, hendaknya mereka tidak menikmati, kecuali zikir mengingat-Ku, bukan mengingat kenikmatan dunia dan syahwatnya. Orang yang sibuk dengan zikir mengingat Allah akan mengalami kenikmatan dan kedekatan dengan Allah yang tak tertandingi oleh kenikmatan dunia apa pun.

Bait Surat ke-20.
Semoga Allah menjadikan kami dan kalian hanya dengan-Nya dan dengan rela terhadap segala yang datang dari-Nya. Semoga Allah menjadikan kita dari golongan orang-orang yang mengerti segala sesuatu tentang Allah dan tidak menjadikan kita dari golongan orang-orang yang lalai. Semoga Allah menjadikan kita berada di jalan orang-orang muttaqîn dengan karunia dan kemurahan-Nya.

(Ibnu Atha'illah al-Iskandari).

WAHAI SAUDARA-SAUDARA pembaca suratku ini, semoga Allah menjadikan kesenangan dan kegembiraan kita semua hanya dengan Allah dan rela terhadap segala hal yang bersumber dari Allah atau hanya dengan kenikmatan yang dihasilkan dari musyâhadah yang berlangsung terus-menerus. Semoga Allah menjadikan kita termasuk golongan orang-orang yang paham dan mengerti segala sesuatu tentang Allah. Mereka adalah orang-orang yang memahami maksud dan keinginan Allah dari mereka, yaitu agar mereka menuju kepada-Nya dan sibuk melayani-Nya. Mereka memahami bahwa Allah selalu hadir bersama mereka dan mengawasi segala gerak dan diam mereka. Mereka juga memahami bahwa Allah Maha Mengatur segala sesuatu dan bahwa segala sesuatu itu awalnya tidak ada. Oleh karena itu, mereka tidak pernah menoleh kepada makhluk atau kebendaan dalam mencari manfaat dan menghindari mudharat.

Mereka juga memahami bahwa Allah selalu bersama mereka dengan dzat-Nya, bukan dengan ilmu-Nya, sebagaimana yang dipahami oleh orang-orang yang terhalang tirai dan yang hanya pandai mencari dalil dan bukti tentang wujud Allah.

Semoga Allah tidak menjadikan kita dari golongan orang-orang yang lalai karena sibuk dengan alam semesta dan kebendaan. Mereka tidak memahami maksud dan keinginan Allah dari mereka sehingga mereka tidak mau melakukan ketaatan kepada-Nya. Kalaupun mereka taat, itu hanya pada penampilan lahir mereka, tidak dari dalam hati.

Semoga Allah menuntun kami menapaki jalan orang-orang muttaqîn dengan karunia dan kemurahan-Nya. Merekalah orang-orang yang menghindari segala sesuatu selain Allah sehingga mereka tidak menoleh kepadanya dalam mencari manfaat dan menghindari mudharat dan mereka tak pernah lalai kepada-Nya sekelipan mata sekalipun. Ini adalah maqâm tertinggi ketakwaan. Mereka adalah orang yang berjalan di jalan muttaqîn dengan kemurahan dan karunia Allah, bukan dengan sebab-sebab tertentu yang mendorong mereka untuk itu.

Sumber: Kitab al-Hikam Terjemah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar