Selasa, 13 November 2018

Kitab al-Hikam (Pasal 58-59): Sampai Kepada-Nya Artinya Mengetahui-Nya

Kitab al-Hikam Terjemah (Buku Kedua).

Al-Hikam (Pasal 58)
1. Sampaimu kepada Allah (wushûl) adalah sampaimu kepada pengetahuan tentang-Nya karena mustahil Allah disentuh atau menyentuh sesuatu.

(Ibnu Atha'illah al-Iskandari).

SAMPAIMU KEPADA Allah, seperti yang diisyaratkan ahli tarekat, adalah sampaimu kepada penyaksian-Nya dengan mata batinmu. Inilah yang disebut dengan penyaksian langsung atau 'ilmul yaqîn (ilmu yakin) terhadap tajalli (penampakan) Allah dan limpahan kasih sayang-Nya.

Penyaksian ini juga disebut sebagai perkenalan langsung dengan mata dan perasaan fitrah. Para ahli syuhûd berbeda-beda dalam mendapatkannya. Ada yang mendapat tajalli perbuatan Allah. Di sini, perbuatan mereka dan perbuatan selain mereka sirna melebur dalam perbuatan Allah. Mereka tidak melihat sosok pelaku sebuah perbuatan, kecuali Allah. Pada kondisi ini, mereka akan keluar dari ikhtiar dan usaha. Ini adalah tingkatan pertama sampainya seseorang kepada Allah (wushûl).

Ada pula yang mendapatkan tajalli sifat-sifat Allah. Di sini mereka akan berdiri penuh pengagungan dan kerinduan terhadap apa yang dilihat mata hati mereka, berupa keagungan dan keindahan Allah. Ini adalah tingakatan kedua sampainya seseorang kepada Allah.

Di antara mereka ada yang sampai kepada maqâm kefanaan. Batinnya berisi cahaya keyakinan dan musyâhadah. Ketika syuhûd, ia tidak lagi merasakan wujud dirinya. Ini adalah tajalli dzat yang berlaku pada kaum khusus dan orang-orang muqarrabîn. Ini adalah tingkatan ketiga dalam wushûl (sampainya seseorang kepada Allah).

Di atasnya lagi adalah tingkatan haqqul yaqîn. Di dunia, tingkatan ini terjadi dalam bentuk lamh (pandangan sekilas), yaitu mengalirnya cahaya musyâhadah di sekujur tubuh seorang hamba sampai ruhnya pun turut mendapatkannya, demikian pula hati dan jiwanya. Ini adalah tingkatan tertinggi wushûl.

Dalam 'Awarif al-Ma'arif disebutkan, "Jika segala hakikat telah diraih, seorang hamba dengan ahwâl yang mulia ini akan mengetahui bahwa dirinya masih berada di tingkatan pertama. Lantas bagaimana dengan wushûl haqîqi (wushûl secara fisik)? Mustahil, karena jalan wushûl tidak akan pernah terputus selamanya, sepanjang usia akhirat yang abadi. Lantas, bagaimana mungkin wushûl haqîqi itu terjadi di umur dunia yang pendek ini?"

Yang dimaksud dengan wushûl adalah sampainya kita kepada pengetahuan tentang Allah dengan media perasaan dan fitrah. Jika pengertiannya tidak demikian, berarti wushûl kita tidak benar karena Allah swt. tidak mungkin menyentuh atau disentuh sesuatu secara lahir maupun batin. Bagaimana mungkin Dzat yang tidak ada bandingannya akan bersentuhan dengan sesuatu yang memiliki bandingan. Padahal, syarat terjadinya persentuhan adalah adanya kesamaan sifat di antara keduanya. Sementara itu, secara mutlak, tak ada kesamaan antara Yang Maha Sempurna dengan sesuatu yang amat kurang sempurna.

Al-Hikam (Pasal 59)
2. Kedekatanmu dengan-Nya adalah ketika kau menyaksikan-Nya mendekatimu, karena mana mungkin kau bisa mendekati-Nya?.

(Ibnu Atha'illah al-Iskandari).

KEDEKATANMU DENGAN-NYA adalah ketika kau menyaksikan-Nya mendekatimu secara maknawi sehingga kau merasa amat diawasi-Nya. Buahnya, kau akan terdorong untuk senantiasa bersikap sopan saat ada di hadirat-Nya. Jadi, yang penting di sini adalah bagaimana kau menyaksikan kedekatan-Nya. Dengan penyaksian ini, kau merasa diawasi dan dikuasai oleh rasa takut yang akan mendorongmu untuk bersikap sopan saat bertemu kepada-Nya. Inilah pengertian kedekatan seorang hamba dengan Tuhan; tidak mungkin makhluk bisa mendekati-Nya secara nyata.

Sumber: Kitab al-Hikam Terjemah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar