Sabtu, 20 Oktober 2018

Kitab al-Hikam (Pasal 94-96) : Penolakan Bisa Jadi adalah Pemberian

Kitab al-Hikam Terjemah (Buku Pertama).

(Pasal 94)
1. Ketika Dia memberimu, Dia mempersaksikan kebaikan-Nya. Ketika Dia tidak memberimu, Dia memperlihatkan kuasa-Nya. Pada semua itu, Dia memperkenalkan diri kepadamu dan mendatangimu lewat kelembutan-Nya.

(Ibnu Atha'illah al-Iskandari).

KETIKA MEMBERIMU, Allah menampakkan sifat-sifat kebaikan-Nya, berupa kemuliaan, kemurahan, kebaikan, kelembutan, kasih sayang, dan sebagainya. Ketika Dia menolak memberimu, Dia menampakkan sifat-sifat kuasa-Nya yang mengandung keperkasaan, keunggulan, paksaan, kesombongan, kekerasan, dan ketidakbutuhan-Nya. Dalam dua kondisi itu, Allah mendekatimu dan menghendakimu untuk mengenali-Nya.

Kita pun demikian. Bila ingin dikenal orang lain, kita bisa memberi pemberian kepada orang itu, bisa juga menyiksanya. Kedua cara tersebut menjadi sebab kita dikenal oleh orang lain.

Maka pahamilah, dengan kedua cara itu, Allah mendekatimu. Karena pengetahuanmu tentang sifat-sifat kebaikan dan kuasa-Nya merupakan karunia dan kasih sayang terbesar Allah untukmu. Oleh sebab itu, kau harus mensyukurinya.

Kesimpulannya, yang dituntut dari para hamba adalah agar mereka mengenali Tuhannya melalui sifat-sifat dan nama-nama baik-Nya. Tak ada jalan lain untuk mengenali-Nya, kecuali Allah sendiri yang mengenalkan diri-Nya kepada mereka.

Caranya, bisa dengan menurunkan musibah-musibah dan cobaan-cobaan-Nya, bisa pula dengan menganugerahkan pemberian-pemberian-Nya yang sesuai atau berbeda dengan keinginan mereka. Siapa yang mengenal Tuhannya dengan baik, ia tidak akan terlena oleh kepentingan diri sendiri. Ia tidak akan membedakan antara pemberian dan penolakan Allah karena masing-masing merupakan jalan yang membawanya menuju makrifat tentang sifat Allah, baik itu yang berhubungan dengan sifat-sifat baik-Nya maupun dengan sifat-sifat kuasa-Nya.

(Pasal 95)
2. Yang membuatmu kecewa ketika tidak diberi adalah karena engkau tidak memahami hikmah Allah di dalamnya.

(Ibnu Atha'illah al-Iskandari).

BILA KAU merasa kecewa dan sedih karena tidak diberi oleh-Nya, itu artinya, kau tidak memahami hikmah mengapa Allah tidak memberimu. Sekiranya Allah memberimu pemahaman, niscaya kau akan menikmati kondisimu itu. Bila kau paham mengapa kau tidak diberi, tentu kau akan sadar bahwa dengan penolakan-Nya itu, Dia ingin membimbingmu menuju pintu-Nya dan membuatmu bergantung kepada-Nya sehingga kau menjadi salah seorang yang dicintai-Nya. Jika Allah mencintai seorang hamba-Nya, Dia akan melindunginya dari perkara-perkara duniawi. Kau juga akan memahami bahwa Allah mendorongmu untuk menempuh jalur para muqarrabin.

Dikisahkan bahwa Fudhail berdoa, "Ya Tuhanku, Engkau buat aku dan keluargaku lapar. Engkau buat aku dan keluargaku telanjang, tidak memiliki pakaian. Engkau lakukan ini hanya untuk hamba-hamba-Mu yang khusus. Dengan cara apa lagi aku memohon kebaikan ini dari-Mu?."

Bila kau paham mengapa kau tidak diberi, kau tentu sadar bahwa dunia ini fana dan kenikmatannya akan sirna sehingga kau keluar dari sana dengan membawa bekalmu untuk akhirat kelak. Bila kau paham mengapa kau tidak diberi, tentu kau akan sadar bahwa penolakan Allah itu adalah karunia dari-Nya.

(Pasal 96)
3. Adakalanya Dia membukakan pintu ketaatan untukmu, namun tidak membukakan pintu penerimaan. Adakalanya Dia menetapkanmu berbuat dosa, namun ternyata dosa itu menjadi sebab sampainya dirimu kepada-Nya.

(Ibnu Atha'illah al-Iskandari).

HAL ITU DIKARENAKAN, ketaatan terkadang disertai pula dengan kekurangan-kekurangan yang merusak keikhlasan, seperti sifat 'ujub, sikap bergantung pada ketaatan itu, dan kebiasaan merendahkan orang yang tidak melakukan ketaatan. Semua keburukan itu menghambat ketaatanmu untuk diterima Allah.

Di sisi lain, dosa terkadang diikuti dengan permohonan perlindungan kepada Allah dan maaf dari-Nya, penghinaan terhadap diri sendiri, dan pengagungan orang yang tidak melakukannya. Oleh karena itu, dosa bisa menjadi sumber pengampunan Allah untuknya dan sampainya ia ke hadirat-Nya.

Atas dasar itu, seorang hamba tidak patut melihat penampilan lahir segala sesuatu, tetapi hendaknya ia melihat kepada hakikat dan intinya sehingga jika ia sedang taat, ia akan takut. Namun, jika ia sedang bermaksiat, ia tetap berharap.

Sumber : Kitab al-Hikam Terjemah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar