Sabtu, 27 Oktober 2018

Kitab al-Hikam (Pasal 115-118) : Perbedaan antara Orang Berakal dan Orang Lalai dalam Mengesakan Allah

Kitab al-Hikam Terjemah (Buku Pertama).

(Pasal 115)
1. Orang lalai memulai harinya dengan memikirkan, apa yang harus dia kerjakan. Sementara itu, orang berakal merenungkan, apa yang akan Tuhan lakukan terhadapnya.

(Ibnu Atha'illah al-Iskandari).

ORANG YANG LALAI ialah yang lupa tauhid dan lupa bahwa segala sesuatu terjadi atas ketetapan dan takdir Allah. Di pagi hari, orang seperti ini akan menisbahkan semua amalnya kepada dirinya sendiri. Biasanya, ia berkata, "Apa yang akan ku lakukan hari ini?."

Sementara itu, seorang yang berakal, saat bangun pagi, ia tidak lalai dari tauhid dan tidak lupa bahwa segala sesuatu terjadi dengan ketentuan dan takdir Allah. Ia juga menisbahkan semua amalnya hanya kepada Allah. Orang seperti ini akan berkata, "Apa yang akan dilakukan Allah terhadapku hari ini?."

Orang lalai akan selalu melihat kemampuan dirinya sendiri. Saat Allah membebaninya dengan sebuah pekerjaan, pekerjaan itu tidak akan berhasil. Sementara itu, orang yang berakal hanya akan melihat kepada Tuhannya. Oleh karena itu, Allah akan mencukupi keinginannya dan memudahkan semua permintaannya. Ini adalah sebuah patokan agar murid bisa mengenali kondisi dirinya.

Hal pertama yang harus terdetik dalam hati seorang murid adalah kadar tauhidnya. Seberapa besar kadar tauhidnya? Itu bisa dilihat melalui kadar cahaya yang datang kepadanya. Jika sejak pertama hatinya hanya memandang pada daya dan kekuatannya, ia akan terputus dari Allah. Jika ia sadar dan kembali kepada Allah, tentu ia pun akan sampai kepada-Nya.

(Pasal 116)
2. Para 'abid dan para zahid merisaukan segala sesuatu karena mereka belum melihat Allah dalam segala sesuatu. Kalau mereka melihat-Nya dalam segala sesuatu, tentu mereka tak akan risau oleh sesuatu pun.

(Ibnu Atha'illah al-Iskandari).

'ABID ADALAH orang-orang yang menuju Allah melalui jalan amal dan ibadah, sedangkan zahid ialah orang-orang yang menuju Allah dengan jalan tawakal. Kedua golongan ini cenderung menjauhi makhluk karena mereka terputus dari Allah, terhalang, dan belum bisa melihat-Nya. Itu diakibatkan oleh sikap mereka yang terlalu memandang diri sendiri dan selalu memperhatikan kemaslahatan pribadinya. Mereka lari dari segala hal duniawi (baik itu manusia maupun materi) yang menghantui pandangan mereka. Mereka takut jika hal duniawi menghalangi tujuan mereka dan menyimpangkan maksud mereka. Mereka khawatir terlena dan tertipu olehnya.

Sekiranya mereka melihat Allah dalam segala sesuatu, sebagaimana orang-orang 'arif dan para muhibbin (kaum pencinta), mereka tidak akan khawatir atau takut terhadap segala hal duniawi karena mereka melihat Allah ada di dalamnya. Tentu mereka tidak akan lagi sibuk memandang dan memperhatikan kemaslahatan diri sendiri. Buahnya, mereka tidak akan merasa risau dan takut tertipu olehnya.

(Pasal 117)
3. Dia memperintahkanmu di dunia ini untuk merenungkan ciptaan-Nya, dan di akhirat Dia akan menyingkapkan untukmu kesempurnaan Dzat-Nya.

(Ibnu Atha'illah al-Iskandari).

ALLAH MEMERINTAHKANMU di dunia ini untuk memperhatikan ciptaan-Nya agar dengan mata batinmu kau melihat-Nya tampak di sana. Allah swt. berfirman, "Katakanlah, 'Perhatikanlah apa yang ada di langit dan di bumi.'" (QS. Yunus [10]: 101)

Dengan begitu, di akhirat kelak, Dia akan menyingkapkan untukmu kesempurnaan Dzat-Nya agar kau melihat-Nya dengan mata batinmu. Kemampuan seorang hamba melihat Tuhannya bergantung pada kadar penampakan-Nya di hadapan mereka.

Di dunia, mereka melihat-Nya tampak di alam semesta dengan cahaya mata batin mereka karena Allah menampakkan Diri kepada mereka dari balik hijab mereka sendiri, yaitu alam semesta tersebut. Oleh sebab itu, Allah memerintahkan hamba-hamba-Nya untuk mengamati dan merenungkan ciptaan-Nya. Di akhirat, mereka akan melihat-Nya langsung tanpa hijab dengan cahaya mata kepala mereka. Itu tak mustahil terjadi.

Inilah puncak dari tajalli (penampakan Allah) dan kasyaf (ketersingkapan Allah) di dunia yang dialami khusus oleh orang-orang 'arif. Di akhirat, tajalli dan kasyaf ini akan dialami oleh seluruh kaum mukmin.

(Pasal)
4. Dia mengetahui bila engkau tidak sabar ingin menyaksikan-Nya. Oleh karena itu, Dia memperlihatkan kepadamu apa yang bersumber dari-Nya.

(Ibnu Atha'illah al-Iskandari).

ALLAH MAHA MENGETAHUI jika kau tidak bisa bersabar untuk dapat melihat-Nya langsung, sebagaimana seorang pencinta yang tak tahan ingin melihat kekasihnya. Namun, penglihatanmu kepada Allah tanpa hijab di dunia ini tidak mungkin bisa dilakukan. Maka dari itu, Allah memperlihatkan kepadamu segala jejak, tanda, dan ciptaan-Nya agar kau melihat-Nya pada semua itu dengan mata batinmu.

Namun, jika semua ciptaan itu menghalangi pandanganmu kepada-Nya, sebenarnya kau telah melihat-Nya dari balik hijab. Itulah karunia dan perhatian Allah untukmu karena di dunia pun Dia tidak menghijabmu dari memandang-Nya.

Sumber : Kitab al-Hikam Terjemah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar