Minggu, 16 September 2018

Kitab al-Hikam (Pasal 41-42) : Berbaik Sangka kepada Allah

Kitab al-Hikam Terjemah (Buku Pertama).

(Pasal 41)
1. Jika kau tidak bisa berbaik sangka kepada Allah karena kebaikan sifat-sifat-Nya, berbaik sangkalah kepada-Nya atas kebaikan perlakuan-Nya terhadapmu. Bukankah Dia selalu memberimu yang baik-baik dan mengaruniamu berbagai kenikmatan?.

(Ibnu Atha'illah al-Iskandari).

DALAM HIKMAH INI, Ibnu Atha'illah mengisyaratkan bahwa dalam berbaik sangka kepada Allah, manusia terbagi menjadi dua golongan: golongan khusus dan golongan awam.

Golongan khusus berbaik sangka kepada Allah atas sifat-sifat-Nya yang baik. Sementara itu, golongan umum berbaik sangka kepada Allah atas perlakuan-Nya yang baik terhadap diri mereka, berupa karunia dan nikmat yang telah diberikan-Nya kepada mereka.

Ada perbedaan yang mencolok antara dua maqam tersebut. Ibnu Atha'illah seakan berkata, "Wahai murid, kau harus berbaik sangka kepada Allah secara mutlak, baik itu atas manfaat yang telah diberikan-Nya maupun bahaya yang telah dijauhkan-Nya darimu. Kau tidak boleh berpaling kepada selain-Nya. Jika kau tak sanggup berbaik sangka kepada-Nya menurut maqam orang khusus, kau bisa berbaik sangka kepada-Nya menurut maqam orang awam. Sikap berbaik sangkamu kepada Allah atas kebaikan sifat-sifat-Nya akan menumbuhkan cinta dan tawakal yang benar kepada-Nya. Baik sangkamu kepada-Nya atas perlakuan-Nya yang baik terhadapmu akan membuahkan syukur atas nikmat dan rahmat-Nya."

(Pasal 42)
2. Sungguh aneh! Orang menghindar dari sosok yang tak bisa dihindari, lalu mencari sesuatu yang tidak kekal.
"Sesungguhnya, mata kepala itu tidak buta, tetapi yang buta adalah mata hati yang ada di dalam dada." (QS. al-Hajj [22]: 46).

(Ibnu Atha'illah al-Iskandari).

SUNGGUH MENGHERANKAN! Orang ingin menghindari Allah dengan tidak melakukan apa yang sudah ditetapkan-Nya untuknya dan lebih suka mencari dunia dan perkara-perkara selain-Nya karena mengikuti hawa nafsu.

Tindakan seperti ini bersumber dari kebutaan mata hati dan kebodohannya tentang Tuhannya karena ia menukar sesuatu yang teramat baik dengan sesuatu yang hina. Ia juga lebih mengutamakan yang fana daripada yang kekal dan tak bisa dihindarinya. Sekiranya ia memiliki mata hati yang tajam, niscaya ia takkan melakukan hal itu.

Sumber : Kitab al-Hikam Terjemah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar